20110823

MATERI PERUBAHAN SOSIAL

Bahan Ajar Pengantar Sosiologi
Gumgum Gumilar, S.Sos., M.Si./ Program Studi Ilmu Komunikasi Unikom


PERUBAHAN SOSIAL


Perubahan sosial dapat diartikan sebagai segala perubahan pada lembaga-lembaga
sosial dalam suatu masyarakat. Perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial itu selanjutnya mempunyai pengaruhnya pada sistem-sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, pola-pola perilaku ataupun sikap-sikap dalam masyarakat itu yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial.
Masih banyak faktor-faktor penyebab perubahan sosial yang dapat disebutkan, ataupun mempengaruhi proses suatu perubahan sosial. Kontak-kontak dengan kebudayaan lain yang kemudian memberikan pengaruhnya, perubahan pendidikan, ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu, penduduk yang heterogen, tolerasi terhadap perbuatan-perbuatan yang semula dianggap menyimpang dan melanggar tetapi yang lambat laun menjadi norma-norma, bahkan peraturan-peraturan atau hukum-hukum yang bersifat formal.
Perubahan itu dapat mengenai lingkungan hidup dalam arti lebih luas lagi, mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola keperilakuan, strukturstruktur, organisasi, lembaga-lembaga, lapisan-lapisan masyarakat, relasi-relasi sosial, sistem-sistem komunikasi itu sendiri. Juga perihal kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial, kemajuan teknologi dan seterusnya.
Ada pandangan yang menyatakan bahwa perubahan sosial itu merupakan suatu respons ataupun jawaban dialami terhadap perubahan-perubahan tiga unsur utama :
1. Faktor alam
2. Faktor teknologi
3. Faktor kebudayaan
Kalau ada perubahan daripada salah satu faktor tadi, ataupun kombinasi dua diantaranya, atau bersama-sama, maka terjadilah perubahan sosial. Faktor alam apabila yang dimaksudkan adalah perubahan jasmaniah, kurang sekali menentukan perubahan sosial. Hubungan korelatif antara perubahan slam dan perubahan sosial atau masyarakat tidak begitu kelihatan, karena jarang sekali alam mengalami perubahan yang menentukan, kalaupun ada maka prosesnya itu adalah lambat. Dengan demikian masyarakat jauh lebih cepat berubahnya daripada perubahan alam. Praktis takada hubungan langsung antara kedua perubahan tersebut. Tetapi kalau faktor alam ini diartikan juga faktor biologis, hubungan itu bisa di lihat nyata. Misalnya saja pertambahan penduduk yang demikian pesat, yang mengubah dan memerlukan pola relasi ataupun sistem komunikasi lain yang baru. Dalam masyarakat modern, faktor teknologi dapat mengubah sistem komunikasi ataupun relasi sosial. Apalagi teknologi komunikasi yang demikian pesat majunya sudah pasti sangat menentukan dalam perubahan sosial itu.
Perubahan kebudayaan seperti telah di sebut di atas, dapat menimbulkan perubahan sosial, meskipun tidak merupakan suatu keharusan. Kebudayaan itu berakumulasi. Sebab kebudayaan berkembang, makin bertambah secara berangsur-angsur,. Selalu ada yang baru, di tambahkan kepada yang telah ada. Jadi bukan menghilangkan yang lama, tetapi dalam perkembangannya dengan selalu adanya penemuanpenemuan baru dalam berbagai bidang (invention), akan selalu menambah yang lama dengan yang baru. Dan seiring dengan pertambahan unsur-unsur kebudayaan tersebut, maka berubah pula kehidupan sosial-ekonomi ataupun kebudayaan itu sendiri.
Paham determinisme, memberi pandangan yang deterministik menganggap hanya ada satu faktor yang paling menentukan perubahan sosial. Terhadap paham determinis ini dapat diadakan penggolongan besar menjadi dua. Pertama yang menganggap bahwa faktor yang paling menentukan tadi bersifat sosial, sedangkan yang kedua bersifat non-social. Untuk contoh golongan yang pertama, dapatlah di kemukakan misalnya pendapat Karl Marx dalam bidang ekonomi. la salah seorang tokoh yang terkenal dengan pendapat, bahwa perkembangan suatu masyarakat dapat dikatakan di tentukan seluruhnya oleh struktur atau perubahanperubahan struktur ekonomi masyarakat tersebut. Keadaan demikian dapat dikatakan sebagai suatu determinisme ekonomi. Contoh golongan kedua, misalnya adanya pandangan bahwa iklimlah yang paling berpengaruh terhadap perubahan sosial. Contoh lain adalah McLuhan yang menganggap bahwa inovasi-inovasi dalam bidang teknologilah yang lebih banyak pengaruhnya terhadap perkembangan di dalam masyarakat. McLuhan memilih teknologi informasi sebagai teknologi yang terpenting, yang paling mampu menyebabkan perubahan di dalam masyarakat. Jika teknologi atau cara-cara berkomunikasi masyarakat banyak mengalami perubahan, maka sudah pasti pula akan terjadi perubahan-perubahan sosial. McLuhan lebih maju satu Iangkah lagi dengan hipotesisnya yaitu "Societies have been shaped more by the nature of the media by which men communicate than by the content of the communication". (Masyarakat lebih banyak terbentuk oleh sifat-sifat alamiah dari media yang dipakai untuk berkomunikasi, daripada siaran atau isi berita itu sendiri) "The media is the message" adalah perumusan McLuhan yang terkenal. Salah satu alasan McLuhan adalah karena media yang baru tidak saja hanya menyebabkan 'perubahan dalam kesanggupan manusia menggunakan'pence inderanya.
Dalam keseluruhannya, baik yang bersifat sosial maupun yang non-sosial, kaum determines ini menganggap manusia itu hanya responsif belaka, reaktif saja. Padahal, manusia juga aktif membuat aksi agar pihak lain bereaksi. Juga dalam hal perubahan kebudayaan, manusia dengan pendangan hidupnya dan tingkahlakunya bukan saja merupakan suatu hasil dari pengaruh budaya, tetapi manusia sendiri menghasilkan dan menciptakan kebudayaan. Itulah sebabnya perubahan kebudayaan tidak boleh di pisahpisahkan dari para individu ataupun masyarakat pendukung kebudayaan itu. Unsur-unsur kebudayaan jangan dijadikan suatu kesatuan atau unit-unit yang berdiri sendiri lepas dari manusia.
10.1. Proses Perubahan Sosial
Proses perubahan sosial terdiri dari tiga tahap barurutan :
(1) invensi yaitu proses di mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan,
(2) difusi, ialah proses di mans ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam Sistem sosial, dan
(3) konsekwensi yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem sosial sebagai akibat pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi jika penggunaan atau penolakan ide baru itu mempunysi akibat. Karena itu perubahan sosial adalah akibat komunikasi sosial. Beberapa pengamat terutama ahli anthropologi memerinci dua tahap tambahan dalam urutan proses di atas. Salah satunya ialah pengembangan inovasi yang terjadi setelah invensi sebelum terjadi difusi. Yang dimaksud ialah proses terbentuknya ide baru dari suatu bentuk hingga menjadi suatu bentuk yang memenuhi kebutuhan audiens penerima yang menghendaki. Kami tidak memaaukkan tahap ini karena ia tidak selalu ada. Misalnya, jika inovasi itu dalam bentuk yang siap pakai. Tahap terakhir yang terjadi setelah konsekwensi, adalah menyusutnya inovasi, ini menjadi bagian dari konsekwensi.

Apakah perubahan sosial itu ?
Perubahan sosial adalah proses di mana terjadi perubahan struktur dan fungi suatu sistem social. Revolusi nasional, pembentukan suatu lembaga pembangunan desa, pengadopsian metode keluarga berencana oleh suatu keluarga, adalah merupakan contoh-contoh perubahan sosial Perubahan, baik pada fungi maupun struktur sosial adalah terjadi sebagai akibat dari kegiatan-kegiatan tersebut di atas. Struktur suatu sistem terdiri dari berbagai status individu dan status kelompok-kelompok yang teratur. Berfungsinya struktur status-status itu merupakan seperangkat peranan atau perilaku nyata seseorang dalam status tertentu. Status dan peranan saling mempengaruhi satu sama lain. Status guru sekolah misalnya, menghendaki perilaku-perilaku tertentu bagi seseorang yang menduduki posisi itu, dan mempengaruhi tingkah laku orang tersebut. Mungkin saja seseorang menyimpang jauh dari seperangkat tingkah laku yang diharapkan (karena dia menduduki posisi status tertentu), tetapi statusnya mungkin berubah. Fungsi sosial dan struktur sosial berhubungan sangat erat dan saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam proses perubahan social, jika salah satu berubah, maka yang lain akan berubah juga. Berdirinya atau ditetapkannya organisasi kampus yang baru, mempengaruhi struktur social universitas karena didefinisikannya seperangkat fungsi baru di sana. Jika seseorang (pejabat) ";mulai berfungsi dalam status baru itu, mereka mungkin mempengaruhi fungsi universitas secara keseluruhan.

10.2. Macam-macam Perubahan Sosial
Salah.satu cara yang berguna dalam meninjau perubahan sosial ialah dengan memperhatikan darimana sumber terjadinya perubahan itu. Jika sumber perubahan itu dari dalam sistem sosial itu sendiri, dinamakannya perubahan imanen. Jika sumber ide baru itu berasal dari luar sistem social, yang demikian itu disebut Perubahan kontak.
Paradigma Perubahan Sosial
Sumber/asal Sumber kebutuhan l ide baru terhadap perubahan Dari dalam Dari luar
Dari dalam : kebutuhan
dirasakan oleh anggota
sistem sosial
Perubahan Imanen Perubahan Kontak Selektif
Dari luar : Kebutuhan diamati oleh agen pembaru atau orang luar sistem Perubahan imanen yang diinduks Perubahan kontakterarah Perubahan imanen terjadi jika anggota sistem sosial menciptakan dan mengembangkan ide baru dengan sedikit atau tanpa pengaruh sama sekali dari pihak luar dan kemudian ide baru itu menyebar ke seluruh sistem sosial. Seorang petani di Iowa menemukan alat sederhana untuk pengumpil jagung. Penemuan itu memudahkan pekerjaan dan tidak banyak memakan waktu. Dalam waktu singkat banyak tetangga penemu itu yang menggunakan alat tersebut. Dengan demikian perubahan imanen adalah suatu gejala "dari dalam sistem" Perubahan kontak terjadi jika sumber dari luar sistem sosial memperkenalkan ide baru. Perubahan kontak adalah gejala "antar sistem". Ada dua macam perubahan kontak, yaitu perubahan selektif dan perubahan kontak terarah. Perbedaan perubahan ini tergantung dart mana kita mengamati datangnya kebutuhan untuk berubah itu, dari dalamkah atau dari luar sistem sosial.
Perubahan kontak selektif terjadi jika anggota sistem sosial terbuka pada pengaruh dari luar dan menerima atau menolak ide baru itu berdasarkan kebutuhan yang mereka rasakan sendiri. Tersajinya inovasi itu sendiri secara spontan atau kebetulan; penerima babas memilih, menafsir atau menolak ide baru itu. Suatu ilustrasi mengenai perubahan kontak selektif ialah ketika para guru sekolah tertentu mengunjungi sekolah lain yang telah mengadopsi inovasi. Setelah mereka kembali ke sekolahnya sendiri, mungkin mereka menerapkan metode meugajar yang baru., tetapi tindakan nya itu dilakukan tanpa adanya paksaan atau kesengajaan dari kepala sekolah untuk mencari atau menerima inovasi itu. Perubahan kontak terarah atau perubahan terencana adalah perubahan yang disengaja dengan adanya orang luar atau sebagian anggota sistem yang bertindak sebagai agen pembaru yang secara intensif berusaha memperkenalkan ide-ide baru untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan oleh lembaga dart luar. Inovasi dan kebutuhan untuk berubah datang dari luar sistem. Banyak pemerintahan national yang mensponsori program-program pembangunan yang direncanakan untuk memperkenalkan inovasiinovasi teknologis di bidang-bidang pertanian, pendidikan, kesehatan, perindustrian dan sebagainya. Semua itu merupakan contoh perubahan kontak terarah yang kontemporer.
Ada teoritikus besar perubahan sosial yang menganggap perubahan kontak terarah (= pembangunan) itu tidal perlu. Akan tetapi August Comte tetap mempertahankan pendapat bahwa perubahan terarah itu berguna, sebagai kebalikan dari teori Darwinismesosialnya Herbert Spencer. Ini berarti Comte membantah teori taken-fair komplit dan survival of the fittest yang evolusioner. Pada abad sekarang ini sebagian besar pemerintahan nasional menunjukkan kecenderungan yang jelas mengikuti pendekatan Comte. Pemerintah-pemerintah nasional itu ingin lebih meningkatkan taraf kehidupan rakyatnya, suatu tujuan yang hanya dapat dicapai dengan program-program yang betelbetul terencana. Program perubahan yang terencana ini merupakan reaksi ketidakpuasan terhadap lambannya perubahan yang dihasilkan oleh perubahan imanen maupun perubahan kontak selektif.

Dalam arti luas mungkin benar bahwa sebagian besar perubahan sosial yang terjadi lebih banyak bertipe epontan daripada yang berencana. Jika penduduk secara teknis sudah lebih ahli dan lebih pandai mendiagnose perubahan mereka sendiri, maka perubahan kontak selektif akan dapat terjadi lebih cepat dan lebih efisien. Dalam hal ini agen pembaru mungkin akan bekerja di luar tugasnya atau setidaktidaknya dalam peranan yang barbeda. Agen pembaru harus memenuhi permintaan-permintaan inovasi dari kliennya. Tetapi pada umumnya para klien itu belum tahu apa kebutuhan mereka dan inovasi mana yang cocok untuk kebutuhan tersebut, sehingga perubahan yang lebih tepat diterapkan adalah perubahan terencana. Jika agen pembaru juga berusaha untuk meningkatkan kemampuan dan keahlian kliennya untuk menganalisis kebutuhannya, make pada masa mendatang mungkin akan lebih mudah terjadi perubahan imanen atau perubahan kontak selektif yang lebih cepat dan efisien. Umumnya perubahan terencana tidak selalu identik dengan keberhasilan. Keinginan untuk mempercepat perubahan telah menyebabkan lebih cepat laju peranan ilmu pengetahuan tentang bagaimana memperkenalkan inovasi ke masyarakat.. Jika hasil-hasil penelitian komunikasi yang dilakukan dalam penyebaran ide-ide baru itu dikumpulkan dengan baik, kita akan dapat menggunakannya untuk merencanakan program perubahan terencana secara lebih efektif.


10.3. Perubahan individual dan perubahan sistem.
Kita telah membahas perubahan sosial dari sudut datangnya inovasi. Sudut tinjauan lainnya bisa dilakukan dengan melihat perubahan itu dan unit pengadopsi atau yang menerima ide-ide baru itu. Dalam hal ini ada dua macam yaitu perubahan individual dan perubahan sistem- sosial. Banyak perubahan yang terjadi pada level individual, dimana seseorang bertindak sebagai individu yang menerima atau menolak inovasi. Perubahan pada level ini disebut dengan bermacam-macam nama, antara lain difusi, adopsi, modernisasi, akulturasi, belajar atau sosialisasi. Kami menggunakan istilah perubahan mikro untuk menyebut perubahan yang demikian ini karena ia memfokuskan, perhatian pada perilaku perubahan individual. Perubahan juga terjadi pada level sistem social. Ada berbagai istilah yang dipakai untuk perubahan macam ini, misalnya pembangunan, sosialisasi , integrasi atau adaptasi. Disini perhatian kita terarah pada level sistem sosial, karena itu kami pergunakan istilah perubahan makro.

Tentu saja perubahan pada kedua level itu berhubungan erat. Jika kita menganggap sekolah sebagai suatu sistem sosial, make pengadopsian suatu metode mengajar baru yang dilakukan oleh sekolah tersebut akan membawa kita pada proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh para guru sebagai pribadi untuk mengubah-metode mengajar mereka. Sama halnya, perubahan pada sebagian besar individu dalam sistem sosial akan mengaklbatkan pula perubahan pada sistem. itu sendiri. Keputusan para petani untuk mengadopsi varietas kopi yang lebih unggul mungkin akan me nyebabkan perubahan pada perimbangan perdagangan negara-negara di dunia internasional. Dibalik semua itu, barangkali semua analisa perubahan sosial harus memusatkan perhatiannya terutama pada proses komunikasi. Nyatanya semua penjelasan mengenai perilaku manusia berpangkal pada penyelidikan Mengenai bagaimana orang-orang itu memperoleh dan merubah ide-idenya melalui komunikasi dengan orang lain. Proses belajar, proses difusi dan proses perubahan pada dasarnya merupakan prosespengkomunikasian gagasan baru.

Ibda` | Vol. 5 | No. 2 | Jul-Des 2007 | 257-275 1 P3M STAIN Purwokerto | Aprinus Salam Perubahan Sosial
dan Pertanyaan tentang Kearifan Lokal
Aprinus Salam *)
*) Penulis adalah Magister Humaniora (M.Hum.), dosen tetap Fakultas Ilmu Budaya UGM. Dia juga dikenal sebagai cerpenis dan penyair yang cukup produktif. Bukunya yang terbaru adalah Oposisi Sastra Sufi (LKiS, 2004). Dalam waktu dekat ini, dia akan mempertahankan disertasinya di Pascasarjana UGM.
Abstract: the question about where the direction of social changes in Indonesia, not yet can’t answer with detail until this day. Bargaining proses still happen and everything could take place. On the other part, recently Indonesian people still worried, angry, distressed, and concerned. Democracy still struggled continuously, and we don’t know what democracy would remain. There’s so many problem that need to solve, law enforcement still confused, and society live in uncertainty. We need social change that places much role on local genius. This general picture became based story for almost every Indonesian novel and short story. Keywords: social change, local genius, Indonesian novel and short story.
Pengantar
Tulisan ini mengajak dan merefleksikan kembali konteks dan proses perubahan sosial, peristiwa-peristiwa tidak menyenangkan berkaitan dengan konflik dan kekerasan dalam segala arasnya, bagaimana proses dan peristiwa itu terjadi, kemana arah dari proses perubahan tersebut, bagaimana “pengetahuan” dan “cara” masyarakat menghadapi berbagai masalah, dan seberapa jauh peran kearifan lokal ikut berperan dan bermain dalam kehidupan bermasyarakat.
Tentu masalah tersebut terlalu luas. Itulah sebabnya, akan difokuskan pada beberapa kasus saja, yakni dengan membicarakan masalah berdasarkan satu kerangka yang diceritakan oleh sebuah film. Film tersebut sebuah film yang tidak membuat heboh, yakni film berjudul Chocolat (2000). Film Chocolat dibintangi oleh Juliette Binoche, Johnny Depp, Lena Olin, Judy Dench, Alfred Molina, dan Carrie-Anne Moss, dan disutradarai oleh Lasse Halstrom. Dengan mengambil setting Prancis tahun 1959, film ini meraih Oscar 2001 kategori best picture. Oleh karena film ini pula, akting Binoche mendapat penghargaan aktris terbaik 2001 versi Academy Award.
Film ini antara lain bercerita bagaimana penduduk lokal di sebuah pedesaan menerima pendatang (baru), bagaimana penduduk lokal mengapresiasi bahwa pendatang baru itu berbeda dalam memahami dan mempraktikkan agama, dalam cara-cara mendapatkan sumber ekonomi, hal-hal apa saja yang membuat benturan sosial terjadi, bagaimana proses perubahan nilai dan sosial berubah, dan siapa saja yang terlibat dalam proses sosial tersebut.
Cara melihat persoalannya adalah dengan merinci kejadian di Chocolat dan membandingkannya dengan realitas sosial dalam masyarakat Indonesia, khususnya Jawa. Potret
Ibda` | Vol. 5 | No. 2 | Jul-Des 2007 | 257-275 2 P3M STAIN Purwokerto | Aprinus Salam
yang diambil dalam masyarakat Indonesia secara umum bersifat acak, tetapi tidak tertutup kemungkinan bahwa hal-hal yang dibandingkan itu sesuatu yang bersifat umum. Saya juga sekali dua akan menyinggung beberapa novel yang relevan dengan pembahasan. Asumsinya, novel realis Indonesia secara relatif adalah sebuah cerita panjang tentang kehidupan (sosial) masyarakat Indonesia.
Aspek-aspek Perubahan Sosial
Dalam ilmu sosiologi dibedakan antara sosiologi makro dan sosiologi mikro. Sosiologi makro adalah ilmu sosiologi yang mempelajari pola-pola sosial bersekala besar terutama dalam pengertian komparatif dan historis, misalnya antara masyarakat tertentu, atau antara bangsa tertentu. Sosiologi mikro lebih memberikan perhatian pada perilaku sosial dalam kelompok dan latar sosial masyarakat tertentu.1 Berangkat dari pengertian tersebut agak sulit menempatkan studi perubahan sosial, apakah dalam posisi sosiologi makro atau mikro. Akan tetapi, mempertimbangkan beberapa hal, seperti akan dijelaskan kemudian, studi perubahan sosial berwajah ganda, baik sosiologi makro maupun mikro.
Namun demikian, merumuskan suatu konsep atau definisi yang dapat diterima berbagai pihak merupakan pekerjaan yang sulit dan bisa jadi tidak bermanfaat. Itulah sebabnya, dalam kajian ini teori perubahan sosial yang dikedepankan tidak berpretensi untuk memuaskan sejumlah tuntutan. Dalam kajian ini yang dimaksud dengan satu pengertian perubahan sosial adalah terjadinya perubahan dari satu kondisi tertentu ke kondisi yang lain dengan melihatnya sebagai gejala yang disebabkan oleh berbagai faktor. Hal itu terjadi lebih sebagai dinamika “bolak-balik” antara hakikat dan kemampuan manusia sebagai makhluk yang hidup dan memiliki kemampuan tertentu (faktor internal) berdialektika dengan lingkungan alam (fisik), sosial, dan budayanya (faktor eksternal).2
Persoalan yang dibicarakan oleh teori perubahan sosial antara lain sebagai berikut. Pertama, bagaimana kecepatan suatu perubahan terjadi, ke mana arah dan bentuk perubahan, serta bagaimana hambatan-hambatannya. Dalam kasus masyarakat Indonesia, hal ini dapat dilakukan dengan melihat sejarah perkembangan sosialnya. Seperti diketahui, Indonesia mengalami proses percepatan pembangunan, atau modernisasi awal terutama setelah tahun 1900-an, yakni ketika Belanda memperkenalkan kebijakan politik etis. Akan tetapi, seperti akan dijelaskan kemudian, percepatan perubahan di Indonesia terutama terjadi setelah tahun 1980-an. Hal itu berkaitan dengan pengaruh timbal balik perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta beberapa kemudahan yang disebabkan faktor tersebut.
Kedua, faktor apa yang berpengaruh terhadap perubahan sosial. Dalam hal ini terdapat enam faktor yang berpengaruh terhadap perubahan sosial; (1) penyebaraan informasi, meliputi pengaruh dan mekanisme media dalam menyampaikan pesan-pesan ataupun gagasan (pemikiran); (2) modal, antara lain SDM ataupun modal finansial; (3) teknologi, suatu unsur dan sekaligus faktor yang cepat berubah sesusai dengan perkembangan ilmu pengetahuan; (4) ideologi atau agama, bagaimana agama atau ideologi tertentu berpengaruh terhadap porses perubahan sosial; (5) birokrasi, terutama berkaitan dengan berbagai kebijakan pemerintahan tertentu dalam
membangun kekuasaannya; (6) agen atau aktor. Hal ini secara umum termasuk dalam modal SDM, tetapi secara spesifik yang dimaksudkan adalah inisiatif-inisiatif individual dalam “mencari” kehidupan yang lebih baik.
Ketiga, dari mana perubahan terjadi, dari negara, atau dari pasar bebas (kekuatan luar negeri), atau justru dari dalam diri masyarakat itu sendiri. Keempat, hal-hal apa saja yang berubah dan bagaimana perubahan itu terjadi. Seperti diketahui, perubahan dapat sesuatu yang berbentuk fisik (tampak/material), misalnya terjadinya pembangunan dalam pengertian fisik, tetapi ada pula hal-hal yang tidak tampak (nonmaterial), seperti pemikiran, kesadaran, dan sebagainya. Kelima, hal-hal atau wacana-wacana apa saja yang dominan dalam proses perubahan sosial tersebut? Misalnya, untuk kasus Indonesia di antara enam faktor perubahan seperti disinggung di atas, mana di antaranya yang dominan, dan mengapa hal tersebut terjadi.
Keenam, bagaimana membedakan konteks-konteks perubahan dalam setiap masyarakat dan bagaimana proses sosial tersebut berlangsung. Dalam masalah ini, pertama, ada yang disebut proses reproduksi, yakni proses pengulangan-pengulangan dalam ruang dan waktu yang berbeda seperti halnya warisan sosial dan budaya dari masyarakat sebelumnya. Kedua, apa yang disebut sebagai proses transformasi, yakni suatu proses perubahan bentuk atau penciptaan yang baru, atau yang berbeda dari sebelumnya.3
Tulisan ini tidak membicarakan semua aspek perubahan sosial, tetapi hanya menyinggung beberapa hal di antaranya.
Situasi-situasi Awal
Terdapatlah sebuah kota kecil, lebih tepatnya pedesaan, di Perancis yang religius dan tenang pada tahun 1950-an. “Jika Anda tinggal di kota itu Anda akan mengerti apa yang diharapkan oleh kota itu”. Masyarakat hidup dengan saling mengenal. Walikota, Comte de Raynaud, seorang Katholik yang taat, juga sangat mengenal siapa saja warganya. Dia dapat berhubungan dan berbicara langsung dengan warganya di mana saja. Walikota hampir sepenuhnya menguasai penduduk, bahkan seorang pendeta muda yang baik selalu mendapat petunjuk dari Walikota jika akan berkhotbah di gereja. Tidak jarang teks pidato sang pendeta “direvisi” oleh Walikota. Tujuan Walikota tentu saja agar warga mendapat informasi dan “pengetahuan yang benar” dan patuh pada kekuasaannya.
Potret seperti itu tidak berbeda jauh dengan kondisi di desa-desa Indonesia, paling tidak untuk tingkat kelurahan, bahkan mungkin hingga tingkat kecamatan. Mencari seseorang di sebuah pedesaan, cukuplah tahu namanya, apalagi orangtua di desa, Anda akan menemukan orang tersebut. Hampir dapat dipastikan, lurah, atau bahkan camat, di pedesaan Indonesia pastilah sangat dikenal. Tokoh lain yang juga dikenal di pedesaan adalah tokoh agama, semacam ustad, ulama, atau kiai. Selain itu, biasanya “orang kaya” juga sangat dikenal dalam sebuah desa.
Itulah sebabnya, biasanya dibedakan sebagai tokoh formal dan informal. Dalam praktiknya, tentu terdapat “persaingan” dalam memperebutkan pengaruh dengan interes politik ekonomi, atau interes atas nama agama. Film Chocolat secara langsung tidak menyindir “trikonomi kekuasaan”
tersebut, karena tokoh formal tampaknya telah menguasai semua medan dan jalur-jalur kekuasaan. Akan tetapi, hal yang lebih penting dari itu bahwa “terkotomi kekuasaan” tersebut di pedesaan Indonesia hingga kini masih memainkan peranan penting dan mementukan proses-proses perubahan dalam segala arasnya.
Dalam film tersebut, tidak diceritakan secara eksplisit mata pencarian warga. Akan tetapi, melihat kegiatan pendeta, sangat mungkin sebagian besar mata pencarian penduduk adalah bertani. Listrik sudah jalan dengan baik, sudah ada salon dan steaming, tetapi secara umum masyarakat tidak teknologis. Situasi sosial berlangsung cukup tenteram dan hidup dengan mempertahankan tradisi.
Suatu hari, ketika masyarakat sedang beribadah di gereja (misa), tiba-tiba ada angin berhembus kencang dari utara sehingga menyebabkan pintu gereja terbuka. Semua orang terkejut. Seperti mengingatkan sesuatu, sangat mungkin ini berkaitan dengan pengetahuan lokal (local knowledge)4 masyarakat tersebut, Walikota segera menutup pintu itu. Pengetahuan lokal tersebut bisa berarti bahwa masyarakat tersebut mengenal tanda-tanda alam yang menandakan akan terjadi sesuatu. Akan tetapi, bisa juga diartikan bahwa secara simbolis ingin menggambarkan bahwa mereka tidak membuka pintu untuk sesuatu yang lain, atau sesuatu yang baru.
Sekali lagi, potret seperti itu juga merupakan potret umum pedesaan di Indonesia. Masyarakat sebagian besar hidup dengan tentram dan damai. Tentu tidak tertutup kemungkinan terjadi konflik-konflik. Dulu-dulu berbagai konflik lokal pada umumnya diselesaikan secara kekeluargaan. Memang, saat ini sejumlah konflik mulai diselesaikan secara hukum, tetapi tampaknya itu gejala baru. Masyarakat pedesaan di Indonesia tentu memiliki pengetahuan lokal atau kearifan lokal juga, terutama berkaitan dengan cara-cara masyarakat mengatasi dan memberi makna terhadap problem hidupnya. Gejala sebuah masyarakat pedesaan cenderung menutup diri dari berbagai perubahan juga bukan gejala yang asing. Umar Kayam pernah membuka novel Para Priyayi (1992) sebagai berikut.
Wanagalih adalah sebuah ibu kota kabupaten. Meskipun ibu kota itu suatu ibu kota lama yang hadir sejak pertengahan abat ke-19, kota itu tampak kecil dan begitu-begitu saja. Seakan-akan usianya yang tua itu tidak memberinya kesempatan untuk tumbuh dan berkembang. Tentu, pohon-pohon asam yang besar dan rindang yang berderet sepanjang jalan raya yang membelah kota itu, yang saya kenal dengan sangat akrab pada masa kecil saya, telah tidak ada lagi dan diganti dengan pohon akasia yang nampak lebih ramping, ... Tetapi di balik kios dan toko itu, di pasar, orang masih menjual barang-barang yang sejak dulu hadir di situ dan yang saya kenal akrab juga sejak masa kecil saya. ... (hlm. 1).
Namun demikian, diam-diam tersembunyi sedikit kegelisahan. Sebetulnya warga tidak cukup bahagia. Ada perasaan jenuh dengan kehidupan yang relatif monoton. Lebih dari itu, perempuan hidup dengan sangat tersubordinasi, dan demokrasi tidak jalan. Semua serba dikontrol oleh “pemerintah”.
Masuknya Sesuatu yang Lain
Suatu hari, dari utara datanglah seorang wanita bernama Vianne, seorang yang sudah banyak mengelana dan melihat dunia, ingin mengadu nasib di kota kecil itu. Pilihan terhadap Vianneyang
telah berkelana sangat mungkin dimaksudkan sebagai sesuatu yang menolak “satu lokalitas”, dan diandaikan telah menyerap “banyak lokalitas”, atau lokalitas-lokalitas telah melebur dalam dirinya sehingga menjadikan Vianne yang “lintas-lokalitas”, dan siap hidup di mana saja. Saya membayangkan film ini akan menolak lokalitas tertentu, dan memenangkan lintas-lokalitas. Vianne datang bersama anak perempuannya yang masih kecil berumur sekitar 8 tahun. Vianne memiliki keahlian, atau selama ini, ia hidup dengan mengandalkan ketrampilan membuat dan menjual kue coklat dengan berbagai jenis dan khasiat.
Kedatangan Vianne segera mencuri perhatian. Bukan saja karena ia sebagai pendatang baru, melainkan cara hidupnya juga sedikit berbeda dengan pada umumnya wanita di desa itu. Seorang wanita dengan anak tanpa suami, mandiri, dan tidak mengenal takut. Semua mata memandang dengan penuh curiga kepada Vianne, bahkan ada yang mengintip-ngintip kegiatan Vianne. Beberapa hari kemudian Walikota bertemu di dekat ruko Vianne dan bertanya, “Siapa Anda dan dari mana?” Pertemuan berjalan singkat. Walikota memberi nasihat agar Vianne ke gereja pada hari Minggu. Vianne menjawab, “Saya akan memberi sumbangan. Dan saya suka suara bel gereja. Tapi saya tidak ikut misa.” Walikota merasa tidak nyaman. Dalam perjalanan pulang Vianne berkata kepada anaknya, “Sebuah kota yang menyenangkan”. Anaknya berkata, “Ini kota yang aneh”.
Perbedaan mulai muncul. Walikota yang merasa otoritas sekular dan religiusnya terganggu mulai memberi komentar terhadap siapa Vianne, bahwa mungkin Vianne wanita jalang dan si anak adalah anak haram. Penduduk bahkan ikut berkata, “Aku dengar dia sangat radikal. Aku dengar dia atheis.” Hanya, seperti juga ragamnya manusia, tidak semua menolak kehadiran Vianne. Ada seorang tua, yang memiliki ruko yang disewa Vianne, bisa menerima kehadiran Vianne. Bukan dalam rangka karena Vianne menyewa rukonya, melainkan lebih karena Vianne dapat menjadi tempat untuk “curhat” segala kegelisahan. Orang tua itu punya kegelisahan karena ia dijauhkan hubungannya dengan cucunya. Yang menarik, orang tua pemiliki ruko tersebut justru sangat egaliter, semua kepercayaan/pengetahuan lokal yang menjadi pengetahuan bersama ditentangnya sambil tersenyum. “Umurku sudah banyak. Aku tidak percaya dengan semua aturan dan kepercayaan yang membelenggu. Aku ingin hidup bebas dan wajar. Toh aku bisa mati kapan saja.” Dia juga bercerita bahwa cucunya sepenuhnya dikuasai oleh ibunya, anak si orang tua. Dalam prosesnya nanti, nenek dan cucu dapat dipertemukan kembali oleh Vianne. Di hari yang lain nenek itu pernah pula berkata, “Jangan khawatir dengan larangan.”
Sikap dan komentar penduduk bukan tidak diketahui oleh Vianne. Menghadapi segala ketidaksukaan itu, Vianne selalu tersenyum, bahkan selalu menawarkan orang untuk masuk ke tokonya, merasakan coklat secara cuma-cuma. Terdapatlah seorang suami yang sudah tidak bergairah lagi kepada istrinya. Secara kebetulan dia memakan coklat buatan Vianne yang berkhasiat. Laki-laki itu kembali bergairah kepada istrinya. Seorang istri yang lain mengadu kepada Vianne bahwa ia selalu dikasari suaminya, Vianne membela sepenuh hati, bahkan harus berhadapan fisik dengan suami yang kasar itu. Diam-diam sejumlah orang mulai membutuhkan Vianne.
Kota kecil itu mulai terkocok. Konflik-konflik mulai bermunculan secara terbuka, terutama yang masih dalam pengaruh Walikota dan kelompok yang mulai menerima Vianne. Sejumlah orang mulai berdatangan ke ruko Vianne dan berdiskusi soal cara membuat coklat dan khasiatnya. Konflik menjadi lebih mengeras ketika ada pendatang baru, lewat jalur sungai, sekelompok gipsi laut, orang desa itu menamakannya “tikus sungai”, datang untuk mengadu peruntungan. Gipsi laut yang biasa hidup bebas, suka menyanyi, dan menari, segera disambut dengan ramah oleh Vianne, tetapi tidak oleh penduduk kampung. Pola dan gaya hidup para gipsi segera direspons oleh penduduk yang masih percaya pada Walikota. Mereka membuat pamflet. “Boikot immoralitas”, demikian pamflet-pamflet di kota itu. Pada akhirnya, penduduk kampung terbagi ke dalam beberapa faksi. Faksi Walikota yang masih menguasai sebagian besar penduduk kota, faksi Vianne yang didukung oleh “tikus sungai” dan beberapa penduduk yang mulai menyukai kebaikan hati Vianne, dan faksi yang mulai ragu-ragu terutama diwakili oleh pendeta muda.
Cerita seperti itu juga hampir menjadi stereotip di pedesaan kita (khususnya di Jawa). Paling tidak, terdapat tiga institusi yang berpengaruh di pedesaan, yakni institusi pemerintah yang diwakili oleh aparat kelurahan, institusi kiai (tokoh agama), dan institusi tokoh informal (tokoh sekular, dan biasanya orang kaya desa, atau orang berilmu). Setiap desa tentu punya karakter sendiri-sendiri, siapa di antara tiga institusi tersebut yang lebih dominan. Dalam beberapa novel Indonesia, seperti tampak dalam novel Kuntowijoyo, Ahmad Tohari, Umar Kayam, institusi pemerintah (lurah) dan kiai (Jawa) tampak dominan. Hal tersebut dapat dilihat di dalam cerita novel-novel mereka.
Dalam Chocolat institusi pemerintah mengambil legitimasinya dari doktrin keagamaan. “Kekuasaan menentukan salah benar,” atau “Dosa abadi adalah dosa yang dilakukan dengan sadar,” suatu hari Walikota berkata pada pendeta. Legitimasi itu dioposisikan dengan pandangan baru yang lebih sekular (dan rasional) dari Vianne. Hal itu dimaksudkan bukan ingin melawan institusi pemerintah, tetapi lebih dalam kerangka ketidaksetujuan jika agama dimanfaatkan untuk kepentingan menjaga kekuasaan. Dalam film itu diceritakan bahwa kadang-kadang walikota memanfaatkan ajaran Katholik dengan mengklaim ajaran tersebut sesuai dengan kearifan lokal, yakni kepercayaan terhadap kehendak leluhur, harus mempertahankan tradisi, harus patuh terhadap pimpinan, padahal di balik itu Walikota hanya ingin kekuasaannya tidak terganggu. Di balik semua itu, yang ingin dilawan bukan saja pemanfaatan yang membuat masyarakat menjadi takut dianggap melawan agama, melainkan perlawanan terhadap masyarakat yang terkungkung dalam situasi tidak nyaman, tidak bahagia, yang beku. Ajaran agama yang dimanfaatkan tidak mendukung perubahan, ia bersifat tertutup.
Substansi Kearifan dan Konstruksi Kekuasaan
Chocolat menceritakan bahwa proses tawar-menawar tidak berjalan dengan mudah. Vianne sempat diserang secara fisik oleh orang-orang Walikota. Kelompok gipsi bahkan kapalnya dibakar (“Kebakaran itu kehendak Tuhan,” komentar Walikota). Di satu pihak para penguasa lokal ingin mepertahankan otoritas kekuasaannya, di lain pihak masyarakat mulai merasakan manfaat dari sesuatu yang lain, sesuatu yang baru. Tentu ada keberpihakan di dalamnya, yakni sebaiknya setiap
orang hidup dengan kebebasan di dalam dirinya. Setiap orang berhak menentukan nasibnya sendiri. Berdasarkan kejadian itu, dan terjadinya beberapa kejadian, sharing, perlawanan rasional dari faksi Vianne, komposisi-komposisi baru mulai terjadi. Komposisi baru bukan saja pada tingkat kesadaran, tetapi juga pada tingkat kenyataan sosial. Masyarakat mulai melunak dan menerima secara gradual “dunia kebebasan” yang dibangun oleh Vianne.
Dari catatan tersebut dapat diketahui bahwa para tokoh pembaru adalah Vianne, orang tua pemilik ruko, dan para gipsi. Mereka semua adalah para pendatang, para pendatang ke semua tempat. Namun demikian, seperti telah disinggung, para pendatang bukan orang-orang yang tidak memiliki lokalitas, yang ingin ditawarkan adalah lokalitas bukan sesuatu yang penting untuk dipertahankan jika masyarakat tidak bahagia, tidak nyaman, kehidupan tidak demokratis. Dunia selayaknya dibangun di atas tataran lintas-lokalitas. Lokalitas yang mampu berdialektika dan membangun komposisi baru dengan lokalitas-lokalitas lain. Tampaknya tawaran tersebut lebih realistis. Saat ini, mungkin tidak terdapat satu masyarakat tertentu yang homogen, yang terjadi adalah (dan selalu) percampur-bauran. Sebagai konsekuensinya, pengetahuan lokal dan kearifan lokal juga perlu mengadaptasi dan mengadopsi sesuai dengan komposisi baru tersebut. Kalau hal tersebut tidak dilakukan, pengetahuan lokal atau kearifan lokal cenderung anarkis dan eksklusif. Dia menolak keberadaan lain, sesuatu yang lain di lingkungannya sendiri. Tegasnya, yang dibutuhkan bukan sekadar kearifan lokal, melainkan lebih-lebih adalah kearifan sosial.
Pesan penting dari film itu bahwa pada dasarnya setiap orang ingin menawarkan kearifannya sendiri-sendiri. Walikota yakin bahwa hidup harus sesuai dengan aturan agama katholik, hidup asketis dan prihatin, hidup adalah mencari ketenangan. Akan tetapi, di balik itu, juga ketenangan Walikota dengan otoritas dan kekuasannya. Padahal, film ini ingin menawarkan kearifan lain, yang diwakili oleh Vianne, kearifan itu terutama berupa kebaikan hati, perhatian kepada orang dan lingkungan, memiliki keberanian secara individual, terbuka dan siap berdialog dengan siapa saja, bisa dipercaya/tidak berkhianat (Vianne menyimpan banyak rahasia orang-orang yang “curhat” padanya), rela berkorban, selalu bersemangat untuk mencari kehidupan yang lebih baik, suatu kearifan sosial.
Dengan demikian, dalam pembicaraan ini terdapat dua konsep kunci yang ingin dipersoalkan dan sekaligus dihadapkan, yakni konsep kearifan lokal dan kearifan sosial. Sejauh ini, belum terdapat pengertian kearifan lokal yang mampu mengakomodasi dan memberikan jangkauan pengertian yang luas. Dalam pengertian terbatas tersebut yang dimaksud dengan kearifan lokal adalah seperangkat nilai dan pengetahuan yang dipelihara “secara eksklusif” oleh kelompok masyarakat lokal tertentu, yang pada mulanya berhubungan dengan cara-cara pemahaman dan praktik sosial masyarakat berhadapan dengan alam dan lingkungan (ekologi). Bentuk-bentuk pemeliharaan biasanya berupa ungkapan, pribahasa, dongeng-dongeng atau cerita mitos dan folklor, filsafat sosial, atau bahkan dalam ritus-ritus budaya yang bertujuan memelihara keseimbangan dan harmonisasi antara manusia dengan alam dan lingkungan (ekologi)), dan secara khususnya menjaga hubungan baik dengan kekuatan supranatural (Tuhan/Allah/Yang Maha Esa/Yang Mahakuasa).
Sementara itu, yang dimaksud dengan kearifan sosial adalah seperangkat nilai dan/atau pengetahuan kebajikan yang mempengaruhi orang atau masyarakat dalam melakukan tindakan atau praktik-praktik sosial, yang secara khusus lebih dalam konteks bagaimana cara-cara orang atau masyarakat dalam mengelola relasi-relasi sosial, mengelola kehidupan bermasyarakat atau bahkan bernegara. Secara lebih khusus kearifan sosial dapat diarikan seperti kebaikan hati, tidak berprasangka buruk, suka menolong, tidak bergunjing, perhatian, ramah, berani secara individual asal benar, mau berkorban, jujur, toleran, semangat untuk hidup lebih bak, dan sebagainya.
Akan tetapi, dalam pengertiannya yang lebih lebar, kearifan lokal kemudian mengalami transformasi pengertian, yakni segala sesuatu yang berkaitan dengan kekhasan budaya-budaya lokal tertentu yang harus diakui keberadaannya, dan berbeda dengan kekhasan budaya lokal tertentu lainnya. Dalam praktiknya, dalam situasi inilah kearifan lokal kadang-kadang berbenturan dengan kearifan sosial. Benturan terjadi ketika klaim kearifan lokal dianggap lebih berdaulat dibanding perbedaan-perbedaan dan perbauran yang terjadi di tingkat sosial. Jika pengakuan terhadap kearifan lokal didahulukan (dimenangkan), maka sangat mungkin kearifan lokal terkesan tidak adaptif terhadap konteks-konteks hubungan kemanusiaan yang lebih luas. Oleh karenanya, seperti diketahui, dalam pengertian awalnya memang kearifan lokal tidak dimaksudkan sebagai satu perangkat pengetahuan untuk mengelola relasi sosial.
Terdapat contoh yang menarik bagaimana kearifan lokal dan kearifan sosial dibedakan dan sekaligus selayaknya dipraktikkan secara bersamaan, misalnya dalam cara membangun rumah. Bagaimana rumah dibangun, menghadap ke arah mana, dari bahan apa (bambu, kayu, atau bata), kapan hari baik untuk masuk rumah, dan sebagainya, secara khusus merupakan kearifan lokal masyarakat bersangkutan. Akan tetapi, pengatahuan lokal yang khusus itu hanya bisa berlaku pada waktu dulu, ketika penduduk dan tanah masih sangat luas untuk dibangun. Sekarang kenyataanya berbeda, tanah untuk hunian sangat sempit, sementara penduduk bertambah terus, dan kemiskinan. Sebagai resikonya, banyak rumah dibangun asal-asalan. Sementara itu, kearifan sosial lebih bersangkutan dengan bagaimana orang mengambil keputusan dalam membangun rumah agar ramah dengan tetangga, tidak membuat tetangga menjadi tersingkir atau menjadi tidak nyaman dengan keberadaan rumah tersebut.
Dalam film Chocolat kearifan lokal diperlihatkan dalam cara-cara pengetahuan yang diturunkan secara sepihak oleh Walikota (pemimpin lokal), khususnya dengan memanfaatkan jalur keagamaan/kepercayaan. Tujuannya dari kearifan tersebut adalah menjaga hidup agar “baik-baik dan tengan-tenang saja”. Kehidupan seperti itu bukan berarti di dalamnya tidak akan ada perubahan karena masyarakat secara fisik terus bekerja. Yang diandaikan akan mengalami perubahan yang sangat lambat adalah perubahan kesadaran, atau jika memang tidak ada faktor baru di tingkat kenyataan sosial, maka kesadaran itu akan berjalan secara “konstan.” Jika itu yang terjadi, masyarakat tersebut diandaikan, pada tingkat kesadaran, masyarakat yang tidak adaptif terhadap hal-hal baru, hal-hal yang berbeda dari kebiasaan mereka, sesuatu yang lain.
Ruang Negosiasi dan yang Dinegosiasikan
Sekali lagi, potret dinamika sebuah masyarakat yang dipotret dalam film itu seperti menceritakan persoalan umum masyarakat Indonesia. Di kampung saya (Sono, Sinduadi, Sleman), misalnya, hampir seperti diceritakan dalam film tersebut. Bagaimana pada mulanya pendatang diterima dengan “kecurigaan”, bagaimana ulama setempat hampir sepenuhnya menguasai penduduk dengan ceramah-ceramah moral keagamaan (Islam), bagaimana penduduk setempat mengapresiasi pendatang yang berdatangan terus- menerus, dan bagaimana proses-proses negosiasi “cara hidup bersama” berlangsung. Ada yang sukses dan diterima menjadi bagian dari penduduk dalam komposisi baru, tetapi masih ada satu dua yang belum diterima, dan tidak jarang menimbulkan konflik-konflik kecil.
Salah satu yang cukup penting dipersoalkan adalah di mana saja ruang negosiasi tersebut dan apa saja yang dinegosiasikan? Bagaimana kearifan lokal dan kearifan sosial menentukan konteks dan wacana negosiasi?
Ruang paling penting dalam film Chocolat adalah ruko, sekaligus berfungsi sebagai kafe. Setelah masyarakat mulai menerima Vianne, dan satu-satu mulai berdatangan ke ruko tersebut, di rukolah segala sesuatunya didiskusikan secara bebas dan terbuka. Di ruko/kafe, tidak ada tekanan dan kontrol dalam mengemukakan pendapat. Mereka dapat berbicara bebas, saling mendengar dan menghormati. Pada umumnya yang dinegosiasikan adalah soal pengetahuan tentang coklat, perbedaan persepsi tentang hidup antara kelompok Walikota dan orang yang berusaha bebas dari pengaruh Walikota, tentang cara mengisi kehidupan dan masa depan penduduk atau kota tersebut. Vianne pernah berujar, “Memang sulit menjadi orang lain dari biasanya.”
Ruang yang juga penting adalah kantor Walikota. Di ruang ini Walikota memberi kasak-kusuk dan perintah secara sembunyi-sembunyi. Gereja adalah ruang yang tidak kalah pentingnya. Pernah pendeta membacakan sebuah teks berdasarkan revisi Walikota, “Setan punya banyak samaran, jadi lirik lagu, penyair, pengarang novel porno, ada kalanya membuat hal-hal manis seperti coklat, yang membawa godaan.” Ruang lain yang penting, tetapi jarang digunakan adalah ruang Dewan (semacam DPRD) untuk melakukan public hearing. Di ruang ini, walau masyarakat boleh berbicara bebas, tetapi tentu akan mengalami keterbatasan. Uneg-uneg yang bisa muncul di ruko akan mengalami pemilihan diksi sesuai dengan etika tertentu di masyarakat tersebut. Arah pembicaraan dan keputusan-keputusan yang diambil dalam dialog resmi sangat mungkin dikontrol oleh orang yang berkuasa dalam pertemuan publik tersebut.
Kejadian itu sebetulnya tidak jauh berbeda dalam masyarakat kita. Kantin, angkringan, kedai kopi, kafe, restoran, lobi (hotel), dan sebagainya merupakan tempat yang biasa digunakan untuk berdiskusi dan bernegosiasi. Di Pekan baru, terdapat sebuah kedai kopi (dan makan) yang bernama Kim Teng. Kedai itu mulai dari jam 6 pagi hingga sore didatangi banyak orang dari berbagai golongan, tingkatan, dan status. Hampir semua hal dan kejadian, didiskusikan secara bebas di kedai itu. Di kedai itu pula terjadi kebebasan. Orang bisa melupakan atribusi dirinya, dan bisa menjadi manusia apa adanya di kedai itu, walaupun nanti di luar kedai mereka kembali menjadi orang tertentu dengan sejumlah atribusi yang terkait dengan dirinya. Akan tetapi, paling tidak, banyak
hal dapat dinegosiasikan, dan tidak jarang beberapa keputusan dan kebijakan (sosial) diambil di kedai itu.
Tampaknya, dalam Chocolat, kearifan sosial lebih diutamakan berhadapan dengan kearifan lokal yang dianggap ekslusif, tidak demokratis, kuno, dan tidak terlalu berguna dalam menjaga hubungan baik dengan sesama manusia. Di ruang publik yang heterogen, secara relatif kearifan lokal hanya berguna bagi dirinya sendiri dan bagi penganutnya. Kearifan lokal bisa di-sharing-kan, tetapi tidak untuk mengatasi persoalan sosial dan relasi kemanusiaan. Oleh karena dalam masyarakat yang semakin heterogen, bukan kearifan lokal yang perlu dikedepankan, tetapi kearifan sosial.
Bentuk-bentuk Perubahan atau Situasi-situasi Akhir
Kemana arah perubahan sosial di Indonesia, hingga hari ini tampaknya belum dapat dibaca dengan cukup cermat. Proses tawar-menawar masih sedang terjadi, dan semua hal masih sangat mungkin terjadi. Akan tetapi, yang pasti, hingga kini masyarakat Indonesia masih sedang gelisah, marah, sedih, dan prihatin. Demokrasi masih diperjuangkan terus-menerus, dan tidak tahu demokrasi seperti apa yang akan terjadi, penegakan hukum masih simpang siur, dan secara relatif masyarakat hidup tanpa kepastian. Potret umum seperti itu hampir menjadi bahan cerita sebagian besar novel dan cerpen Indonesia.
Dalam film Chocolat diceritakan bahwa proses transformasi telah berjalan. Perubahan yang signifikan terjadi ketika Walikota merasa frustrasi ketika dia mulai tidak dipercaya dan tidak didengar oleh penduduknya. Dalam keadaan agak mabuk, ia memakan coklat dan merasakan kelezatan “hal-hal manis” itu. Peristiwa itu diketahui Vianne dengan senyum pengertian. Walikota percaya Vianne tidak akan menceritakan aib itu kepada siapa pun. Di akhir cerita dikisahkan masyarakat hidup dengan saling memaklumi, saling menghormati, tawa ceria muncul di sana-sini, dan gairah kerja bergotong-royong kembali marak, hidup dengan hati tentram dan damai, semua konflik dan pergolakan di masa lalu dianggap sebagai pelajaran yang berharga dan sekaligus dimaklumi. Suami yang jahat kepada istri berkata “Tuhan menjadikan manusia baru. Semua sudah berubah. Aku berjanji sejak sekarang semua berubah.”
Hal ini agak berkebalikan dengan novel-novel Indonesia. Proses tranformasi tetap jalan, tetapi seperti menuju ke arah yang menakutkan. Atau, apakah novel Indonesia lebih realistis. Dalam Mantra Penjinak Ular, Abu Kasan, walau ke depan bercita-cita hidup menjadi dalang, tetapi masa depannya penuh ketidakpastian, masa depan masyarakat berjalan tanpa tahu ke mana arahnya. Dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk yang diakhiri dalam novel Jantera Bianglala diakhir dalam kalimat-kalimat berikut.
Malam hari ketika sudah berada kembali di Dukuh Paruk aku berdiri tanpa teman di luar rumah. Sekelilingku adalah tanah air yang kecil dan sengsara. Ditambah dengan nestapa yang sedang menimpa Srintil, Dukuh Paruk bertambah sakit. ... Dukuh Paruk yang sejak kelahirannya tidak pernah mampu menangkap maksud tertinggi kehidupan (hlm. 230).
Sementara aku berdiri di punggung Dukuh Paruk yang tua dan masih naif. Langit di atasku kelihatan bersih. Hanya kabut yang gaib..... Mendiang Sukarya sering mengatakan, bulan berkalang bianglala
adalah pertanda datangnya masa susah dan Dukuh paruk selalu percaya akan kata-kata kamituanya......Dukuh Paruk harus kubantu menemukan dirinya kembali, lalu kuajak mencari keselarasan dihadapan Sang Wujud yang serba tanpa batas (hlm. 231).
Di dalam Wasripin & Satinah (2003), Kuntowijoyo mengakhiri ceritanya dengan lebih sedih dan seram.
Sebuah jip hijau berhenti. Tiga orang tentara turun. Mereka memapah seorang berpiyama yang lusuh, lalu menaruh orang tua itu di tepi jalan. Sepotong bambu sepanjang dua meter dilemparkan. Jip itu pergi. Orang tua merangkak memungut bambu itu. Orang tua yang ternyata bongkok itu berja]an mondar-mandir bertumpu tongkat bambu. Banyak orang lewat, tetapi tak memperhatikan. Seorang lewat dengan sepeda motor. Orang itu berhenti. “Pak Modin! Pak Modin!”
Orang tua itu diam saja, menatap dengan kosong. Orang tua itu mengulurkan tangan.
.....
Ia menaikkan orang tua itu ke atas becak, dia sendiri duduk di samping, memapah. Orang itu menangis.
“Mengapa engkau menangis?”
“Tidak apa!”
“Ke mana lagi saya dibawa?”
“Pulang ke rumah!”
“Apa? Rumah?”
“Ya, Pak.”
“Bajumu kotak-kotak. Kau bukan tentara?”
“Saya nelayan, Pak. Anakmu.”
“Saya tak punya anak.”
“Setiap nelayan anakmu.”
“0, begitu.”
Hari itu Hari Pasar, sekalipun para nelayan belum melaut, pasar sudah buka. Tukang becak itu turun dan mendorong becaknya.
Mereka yang kebetulan melihat penumpang becak berteriak.
“Pak Modin! Pak Modin!”
Mereka membentuk ekor panjang. Para lelaki sesenggukan dan para perempuan menangis (hlm. 254-256).
Ahmad Tohari mengakhiri ceritanya dalam Orang-orang Proyek (2004) dalam paragraf berikut.
Angin sore masuk melalui celah kaca mobil. Namun kesejukannya tidak bisa meredam hati Kabul yang tiba-tiba merasa sangat digelisahkan oleh pertanyaan: Ada berapa ribu proyek yang senasib dengan jembatan Cibawor? Dan dengan mental ‘orang-orang proyek’ yang merajalela di mana-mana bisakah orang berharap akan terbangun sebuah tatanan hidup yang punya masa depan? (hlm. 227).
Dalam Chocolat, perubahan yang paling penting adalah orang memilih kebebasan daripada kedamaian. Dalam kedamaian belum tentu ada kebebasan, tetapi dalam kebebasan sangat mungkin ada kedamaian. Apakah Chocolat utopis? Bagaimana masyarakat Indonesia?
Ibda` | Vol. 5 | No. 2 | Jul-Des 2007 | 257-275 12 P3M STAIN Purwokerto | Aprinus Salam
Endnote
1 Agus Salim, Perubahan Sosial Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus Indonesia (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002), hal. 11.
2 Sebagai acuan lihat F.R. Allen, Social-Cultural Dynamics (Newyork: Macmillan, 1971); J. A. Ponsioen, The Analysis of Social Change Reconsidered (Mouton: The Hugo, 1969); Selo Soemardjan dan Soelaeman (Eds.), khususnya bab “Perubahan-perubahan Masyarakat dan Kebudayaan” dalam Setangkai Bunga Sosiologi (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964).
3 Lihat dan bandingkan dengan Agus Salim, Perubahan..., hal. 9-24.
4 Dalam sebuah pembicaraan, T. Jacob dan Sumijati Atmosudiro menyamakan pengertian local knowledge (pengetahuan lokal) dan local wisdom (kearifan lokal), dengan alasan bahwa kearifan lokal juga mengandung sisi-sisi pengetahuan yang khas dalam masyarakat tertentu.
Daftar Pustaka
Allen, F.R. 1971. Social-Cultural Dynamics. New York: Macmillan.
Kayam, Umar. 1992. Para Priyayi. Jakarta: Gramedia
Kuntowijoyo. 2000. Mantara Penjinak Ular. Jakarta: Kompas Media Nusantara.
___________. 2003. Wasripin & Satinah. Jakarta: Kompas.
Ponsioen, J.A. 1969. The Analysis of Social Change Reconsidered. Mouton: The Hugo.
Salim, Agus. 2002. Perubahan Sosial Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus Indonesia. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Soemardjan, Selo dan Soelaeman (Ed.), 1964, khususnya bab “Perubahan-perubahan Masyarakat dan Kebudayaan” dalam Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Tohari, Ahmad. 1986. Jantera Bianglala. Jakarta: Gramedia.
___________. 2004. Orang-Orang Proyek. Yogyakarta: Mahatari.
<




“Performa Biaya Tetap Dan Biaya Variabel Dalam Usaha Tani Terpadu Kabupaten Timor Tengah Selatan”

“Performa Biaya Tetap Dan Biaya Variabel Dalam Usaha Tani Terpadu Kabupaten Timor Tengah Selatan”



PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kabupaten Timor Tengah Selatan merupakan salah satu Kabupaten di Nusa Tenggara Timur, secara geografis terletak antara 1240 490 01 – 1240 04 00 BT dan antara 90- 100 LS. Kabupaten ini di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Timor Tengah Utara, di sebelah selatan berbatasan dengan Laut Timor, di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kupang dan di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Belu.
Luas wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan 3.947 Km2.
Secara administratif, Kabupaten ini terbaagi menjadi 32 Kecamatan. Pada tahun 2009 memiliki jumlah penduduk 412.353 jiwa yang terdiri dari 209.840 jiwa pria dan 202.513 Jiwa wanita dengan tingkat kepadatan penduduknya sendiri mencapai 104,47 per Km2. Banyak sumber daya alam yang menjadi penghasilan dari pendapatan daerah dan menjadi prioritas dari masyarakat kabupaten TTS.
Pertanian merupakan sector andalan dari kabupaten TTS yang merupakan sector yang paling mendominasi di daerah TTS serta dengan banyak keragaman hayati yang ada. Dalam mengusahakan dan mengupayakan terwujudnya masyarakat yang sejaterah masyarakat TTS terus berusaha untuk memajukan bidang pertanian dengan bantuan dari pemerintah sebagai motor pengerak dari sector pertanian yang dimainkan oleh masyarakat TTS.
Tidak terlepas dari pertanian itu sendiri kita kenal dengan yang namanya faktor pendukung dalam mengusahakan suatu lahan seperti biaya sewa lahan, biaya pengeluaran untuk petani, biaya hidup , itu semua merupakan biaya yang dikeluarkan tanpa berhubungan dengan kenaikan dan penurunan hasil pertanian tersebut itu yang disebut dengan biaya tetap, tetapi biaya tetap itu sendiri tidak terlepas juga dengan namanya biaya variable atau yang kita sering kita lihat pada biaya untuk pupuk, bibit , penanaman, panen dan sebagainya yang berhubungan dengan naik turunnya pruduksi suatu tanaman. Dalam peper ini dapat dijelaskan tentang performa biaya tetap dan biaya variable dalam usaha tani terpadu yang ada di Kabupaten Timor Tengah Selatan yang merupakan salah satu kabupaten pemasok jagung bagi masyarakat Nusa Tenggara Timur.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan paper ini yaitu mengetahui performa biaya tetap dan biaya variable dalam usaha tani terpadu di Kabupaten Timor Tengah Selatan.
METODOLOGI PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan yang dipakai dalam pembuatan paper ini adalah secara pustaka dan sebagian diambil dari internet sebagai penunjang pembuatan paper ini serta data lokasi yang diambil yaitu Kabupaten Timor Tengah Selatan yang lebih spesifiknya ke salah satu komoditas yang paling mendominasi yaitu jagung yang diambil dari salah satu kecamatan di Kabupaten Timor Tengah Selatan yaitu Kecamatan Mollo Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Biaya produksi merupakan jumlah dari biaya tetap yang berlangsung berkaitan dengan jumlah tanaman yang dihyasilkan diatas lahan, biaya ini harus dibayar apakah menghasilkan sesuatu atau tidak, termasuk didalamnya adalah sewa lahan, pajak lahan, pembayaran kembali pinjaman dan biaya hidup. Biaya variable yang secara langsung berkaitan dengan jumlah tanaman yang diusahakan dan dengan input variable yang dipakai misalkan penyiangan, tenaga kerja, pupuk, bibit, biya total produksi adalah biaya tetap total ditambah biaya variable total. Katrena biaya tetap harus dibayar apakah terjadi produksi atau tidak, komponen biaya tetap dalam biaya total untuk menghasilkan 1 satuan biaya tetap Dalam biaya total untuk menghasilkan 1 satuan output akan lebih tinggi dibandingkan dengan bagian biaya tetap dari biaya total untuk menghasilkan 10 output.
1. Biaya Tetap
Biaya tetap, kadang-kadang disebut disebut overhead adalah biay-biaya yang dalam batas-batas tertentu tidak berubah ketika kegiatan berubah. Jadi kenaikan pengunaan lahan sebanyak 20% untuk suatu jenis tanaman atau jumlah ternak telah meningkat biaya tetap. Namun kenaikan sebesar 100% bagaimanapun akan mningkatkan biaya tetap. Pada kebanyakan usaha tani, biaya-biaya tetap tidak terlalu banyak berubah mengikuti tingkat atau campuran perubahan kegiatan kecuali tentu saja kenaikan karena pertambahan biaya. Ada dua macam biaya tetap yang ketahui secara umum yaitu
• Biaya Tetap Total
Yang termasuk Biaya tetap total yaitu
- pengelauaran untuk biaya hidup petani
- Upah, pangan dan sandang pangan
- Tingkat bunga pinjaman dan pembayaran kembali
- Pengantian berbagai jenis barang modal seperti ala-alat, mesin-mesin dan bangunan
- Perbaikan persediaan ai, jlan dan peralatan
- Pengeluaran untuk perjalanan dan bisnis
- Biaya untuk mengoperasikan sepeda motor atau truc sewa
• Biaya Operasi
Komponen utama biaya tetap atau untuk operasi adalah :
- Upah penaksanaan kegiatan sebuah konsep yang kontroversial
- Upah karyawan tetap
- Pengelauran-pengeluaran bisnis
2. Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya untuk pengunaan input yang tidak tetap. Smakin banyak memakai input variabel maka input variable, maka setiap input ekstra menyumbang output semakin sedikit. Buaya variabl juga dikenal sebagai biaya-biaya langsung. Sesuai dengan namanya biaya-biaya ini berubah-ubah mengikuti ukuran atau tingkat output suatu kegiatan. Misalkan jika lahan yang ditanami jagung diperluas 50%, maka bibit pupuk dan tenaga kerja akan bertambah walaupun tik 50%. Kadang-kadang misalkan tenaga kerja tersedia tanpa biya eksta
Biaya variabel proporsional terhadap tingkat intensif setiap kegiatan, namun juga memerlukan hasil per hektar, jadi jumlah dan jenis pupuk, bibit, pengolahan lahan dan penyiangan sebagian besar menentukan hasil tanaman perhektar. Demikian pula, tingkat dan jenis pakan dan obat-obatan yang berpengaruh pada penting terhadap produktivitas setiap jenis tanaman maupun ternak.
Upaya untuk mengidentifikasi biaya-biaya variable suatu kegiatan dimaksud untuk memberikan gambaran pada petani mengenai besarperubahan biaya jika memperluas atau mengontrak kegiatan apapun misalkan jika diputuskan mengurangi luas lahan kapas dan memperluas lahan jagung, biaya variable akan berubah. Dengan mengetahui kemungkinan biaya variable dan pendapatan kotor, penasihat petani harus segera membuat penilaian tentang kegunaan setiap perubahan yang diusulkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan usahatani di Kabupaten Timor Tengah Selatan ( TTS ) sekarang ini semakin hari semakin menurun dikarenakan luas lahan dari usaha tani semakin besar dikarenakan jumlah penduduk semakin tinggi sehingga kebutuhan akan sandang dan pangan sendiri semakin besar dengan demikian biaya yang dikeluarkan untuk mendapatan makanan tersebut semakin besar.
Jumlah penduduk merupakan salah satu faktor pendukung dalam usahatani untuk mengembangan kegiatan usahatani tersebut seperti kita lihat pada Tabel 1 jumlah penduduk di Kabupaten Timor Tengah Selatan semakin tahun semakin bertambah dan pertambahan penduduk kebanyakan didominasi oleh perempuan karna perempuan jumlahnya lebih banyak dibandingkan laki-laki. Dari table dibawah ini dapat kita lihat bahwa rumah tangga usaha tani di kabupaten Timor Tengah Selatan jumlahnya beragam dari yang tertinggi yaitu dari kecamatan Ki’e dan yang paling terendah yaitu dari kecamatan Kok baun.

Table 1
Daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan Menurut Kecamatan Dan Rumah Tangga Usahatani
No Kecamatan Luas ( Km2) Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
Rumah Tangga Usahatani
1 Mollo Utara 208,22 11.430 11.573 23.003 4.826
2 Fatumnasi 198,65 3.255 3.324 6.580 1.489
3 Tobu 98,89 4.463 4.805 9.268 2.095
4 Nunbena 134,49 2.493 2.519 5.011 1.201
5 Mollo Selatan 147,18 7.599 7.312 14.911 3.075
6 Pollen 250,29 6.642 6.786 13.428 3.427
7 Mollo Tengah 99,69 3.702 3.687 7.389 1.695
8 Mollo Barat 165,14 3.530 3.465 6.995 1.992
9 Kota Soe 28,08 19.700 18.915 38.615 3.660
10 Amanuban Barat 114,30 10.786 10.686 21.472 4.216
11 Batu Putih 102,32 6.046 5.916 11.962 2.817
12 Kuatnana 141,22 7.343 7.269 14.613 3.421
13 Amanuban Selatan 326,01 11.864 11.653 23.516 5.726
14 Noebeba 186,02 5.661 5.440 11.101 2.795
15 Kuanfatu 136,52 9.374 9.360 18.734 4.269
16 Kualin 195,64 10.387 10.242 20.629 4.512
17 Amanuban Tengah 87,71 7.412 7.551 14.963 3.321
18 Oenino 154,96 8.985 9.259 18.244 2.858
19 Kolbano 108,70 5.161 5.285 10.446 4.920
20 Amanuban Timur 149,26 8.124 8.318 16.442 4.178
21 Fautmolo 46,34 3.467 3.689 7.156 1.759
22 Fatukopa 65,59 2.383 2.549 4.932 1.286
23 Kie 162,78 10.119 10.881 21.000 5.592
24 Kotolin 58,94 5.297 5.684 10.981 2.423
25 Amanuban Selatan 82,64 8.346 9.293 17.639 4.489
26 Boking 94,58 4.749 5.011 9.760 2.546
27 Santian 48,17 6.432 7.167 13.598 1.698
28 Noebana 49,63 2.218 2.394 4.612 1.299
29 Nunkolo 69,09 3.022 3.384 6.406 3.452
30 Amanatun Utara 105,84 7.791 8.456 16.247 3.988
31 Toianas 103,95 6.014 6.250 12.264 2.648
32 Kokbaun 34,32 1.532 1.589 3.121 951
Timor Tengah Selatan
3.955
215.327
219.712
435.039
98.624

Lapangan pekerjaan TTS dibagi atas beberapa bagian yaitu primer, sekunder dan tersier dimana lapangan pekerjaan primer yaitu pertanian mendominasi dalam lapangan pekerjaan disusuk oleh lapangan pekerjaan sekunder yang dimana sekunder yaitu di bidang pertambangan, pengalian dan lainnya seperti pada table 2 penduduk yang berumur 10 tahun keatas yang bekerja selama seminggu menurut lapanagan usaha utama dan jenisnya.
Pertanian merupakan sector andalan yang tidak dapat dipisahkan oleh masyarakat Nusa Tenggara Timur Khususnya TTS maka dari itu pada PDRB kabupaten TTS dapat dilihat pada table 3 lapangan usaha pertanian semakin hari semakin besar dari tahun 2005 sampai 2009 semakin maju karna perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin maju untuk itu perhatian dari pemerintah sebagi motivator dari petrani perlu ditingkatkan agar bisa mencapai tujuan dari pemerintah untuk meningkatkan pendapatan daerah dimana kalau masyarakat sejaterah karena perhatian pemerintah baik maka perkembangan sector ini semakin baik.
Table 2
Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas yang Bekerja Selama Seminggu yang
Lalu Menurut Lapangan Usaha Utama dan Jenis Kelamin
Tahun 2009

No Lapangan Usaha Utama Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Primer 97.401 42.993 140.394
2 Sekunder 929 1.530 2.459
3 Tertier 11.350 4.902 16.252
4 Lainnyha - - -
Jumlah 109.680 49.425 159.105
Keterangan :
- Primer : Pertanian
- Sekunder : Pertambangan, Penggalian, Industri, Listrik, Konstruksi, Gas dan Air



Table 3
Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Timor Tengah Selatan Atas Dasar Harga Berlaku Di Sektor Pertanian tahun 2005 – 2009
No Lapangan usaha 2005 2006 2007 2008 2009
1 Tanaman bahan makanan 412 525 997 454 364 811 482 377 186 587 649, 62 654 721,66
2 Tanaman perkebunan 11 427 378 11 926 009 12 552 066 16 575, 42 18 259, 49
3 Peternakan 252 743 5-02 274 470 767 299 511 284 370 316, 42 451 210,74
4 Kehutanan 2 192 814 2 279 301 2 357 540 1 890,12 1 961,24
5 Perikanan 169 025 176 809 182 933 226,09 244,43
Jumlah 679 058 ,716 743 217 ,696 795 981 ,020 976 657, 79 1 090 397, 56

Tidak terlepas dari pendapatan daerah yang dilihat pada PDRB kabupaten TTS kita juga dapat lihat pada pengeluaran perkapita dalam sebulan yang dilakukan oleh petani sendiri dimana itu merupakan biaya tetap dari usaha tani dimana biaya hidup dari seorang petani dihitung dalam pengeluaran perkapita sebulan yang bukan makanan mulai dari pembuatan rumah sampaikeperluan pesta Diaman itu juga bagian dari biaya hidup petani. Biaya tetap yang dikeluarkan oleh petani TTS yang perlu diubah adalah perlengkapan pesta sehingga dapat mengurangi pengeluaran perkapita petani. Kebanyakan petani TTS walau sudah miskin tapi masih mempunyai gengsi dalam pesta dimana biaya yang besar dapat dikeluarkan hanya untuk pesta sementara tidak m,emperhatikan kebutuhan fdalam rumah tangga yang semakin besar. Keperluan pesta di kabupaten TTS tidak terlepas dari yang namanya minuman beralkohol d ilihat pada table 5 pengeluaran untuk minuman alcohol sendiri cukup besar yang kebanyakan dikakukan oleh masyarakat yang memp[unyai pendapatan sangat rendah diakibatkan karena kurangnya sosialisasi tentang bahayanya minuman keras sehingga di masyarakat TTS diakibatkan karena budaya TTS yang tidak terlepas dari yang namanya TUA (SOPI) Biaya yang di keluarkan untuk biaya pesta coba dialihkan untuk biaya hidup dalam usaha tanibisa meningkatakan taraf hidup masyarakat.
Table 4
Rata –Rata Pengeluaran Perkapita Sebulan dan Kelompok Bukan Makanan di Timor Tengah Selatan
Tahun 2009
(Ribuan)
No Jenis Pengeluaran Golongan Pengeluaran
< 40,000 40,000 - 59,999 60,000 –79,999 200,000 – 299,999 300,000 – 499,999 > 500,000
1 Perumahan 4.641 6.066 7.805 41.672 79.454 214.991
2 Aneka Barang & Jasa 1.203 1.742 2.444 16.003 33.086 70.735
3 Biaya Pendidikan anak 629 950 1.281 7.023 15.340 31.923
4 Biaya Kesehatan 284 430 786 4.069 7.412 12.856
5 Pakaian dan Alas Kaki 920 1.403 1.954 6.452 10.289 20.695
6 Barang Tahan Lama 345 445 836 4.757 10.042 26.908
7 Pajak & Asuransi 350 223 230 1.903 5.835 12.641
8 Keperluan Pesta 478 494 1.031 6.065 8.238 31.066
Jumlah 8.850 11.753 16.367 87.944 169.696 421.815

Table 5
Rata –Rata Pengeluaran Perkapita Sebulan dan Kelompok Makanan di Timor Tengah Selatan
Tahun 2009
(Ribuan)

No
Jenis Pengeluaran Golongan Pengeluaran
< 40,000 40,000 - 59,999 60,000 –79,999 200,000 – 299,999 300,000 – 499,999 > 500,000
1 Padi-padian 10.943 22.595 32.230 49.355 35.110 54.575
2 Ubi-ubian 1.569 1.625 1.650 4.053 4.171 6.767
3 Ikan 383 794 998 6.497 17.693 25.940
4 Daging 383 663 1.292 19.607 31.182 102.180
5 Telur dan Susu - 278 483 11.788 20.770 45.564
6 Sayuran 3.214 3.818 5.309 13.582 14.591 26.898
7 Kacang 1.301 1.436 1.324 4.711 10.014 8.628
8 Buah 1.148 1.366 1.442 4.822 8.472 18.158
9 Minyak & Lemak 1.760 2.353 3.054 7.926 7.230 16.579
10 Bahan Minuman 1.102 1.917 2.560 12.245 9.946 19.286
11 Bumbu-bumbuan 651 929 1.053 3.701 4.960 10.263
12 Konsumsi lain 306 680 812 4.314 4.269 4.962
13 Makanan & minuman jadi 765 1.092 739 7.180 22.985 84.135
14 Minuman alcohol 153 24 96 8.655 - -
15 Tembakau & Sirih 3.069 3.432 3.810 11.653 23.939 19.173
Jumlah 26.747 43.002 56.852 170.089 215.332 443.108

Makanan pokok dari masyarakat TTS adalah jagung yang diambil dari lahan yang mereka miliki dimana jagung biasanya diagung-agungkan dibandingkan komoditi lain walau jumlahnya sedikit tapi petani TTS dapat mengusahakannya agar harus ada dalam rumah mereka maka itu dapat kita lihat pada salah satu satu kecamatan yang ada di kabupaten TTS yaitu kecamatan Mollo Utara yang menjadi salah satu pemasok jagung bagi kabupaten TTS .Pada produksi jagung yang diusahakan oleh masyarakat kebanyakan tanpa mengunakan pupuk diaman hasilnya leih sedikit dibandingkan mengunakan pupuk tetapi itu menjadi tradisi yang dilakuakan oleh masyarakat setempat yang masih mengharapkan humus tanah yang ada.
Sampai saat ini jagung dikenal sebagai salah satu komoditas tanaman pangan yang sangat penting bagi masyarakat setelah padi. Komoditas ini dibutuhkan sebagai sumber bahan makanan sehari-hari juga bahan baku industri terutama makanan dan pakan ternak. Untuk makanan sehari-hari dikonsumsi dalam bentuk biji dan olahan juga dalam bantuk lain seperti tongkol masih muda yang dibuat sayur (baby corn) sedangkan untuk industri yaitu industri minyak makan, pati dan minuman seperti bir. Untuk limbah berupa janggel (corn cob) dijadikan bahan baku industri kimia dan pembersih/pengkilap kulit (semir), kayu (pelitur), dan logam (Amerikan Society of Agronomy, 1977 dalam Nasib dan Darsana, 1993).
Seiring dengan perkembangan industri, usaha pakan ternak memiliki tingkat permintaan yang sangat tinggi. Besarnya serapan dari sektor jenis usaha tersebut mencapai 35 % dari total produksi Nasional. (Puslitbangtan, 1988. dalam Nasib dan Darsana, 1993).
Mengantisipasi kondisi ini maka pemerintah telah bertekad mengembangkan usahatani komoditas ini terutama keluar pulau Jawa yang selama ini dikenal sebagai sentra produksi terbesar dalam upaya mencukupi kebutuhan nasional dan ketidakseimbangan antara permintaan dan ketersediaan.
Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu daerah sasaran pengembangan. Daerah ini dianggap potensial karena memiliki potensi lahan kering yang cukup luas serta masih dominannya peran komoditas ini terhadap kelangsungan hidup masyarakat lokal dalam menjadikan sebagai sumber bahan makanan sehari-hari bagi petani di pedesaan yang sampai saat ini masih cukup dominan mengkonsumsi langsung baik dalam bentuk biji maupun diolah. Bahkan sangat berperan terhadap kehidupan kemasyarakatan yang ditandai dengan seringnya komoditas ini diikutsertakan sebagai salah satu jenis makanan pokok dalam setiap aktivitas sosial budaya dan keagamaan.
Biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani untuk mengusahakan jagung yang tanpa mengunakan pupuk cukup kecil tetapi mendapatkan hasil yang sedikit pula tetapi jangung yang mengunakan pupuk memerlukan biaya produksi yang besar tetapi mendapatkan keuntungan yang besar pula dapat kita lihat pada tabel 6 dan tabel 7 maka dari itu peningkatan jumlah produksi dapat meningkatkan keuntungan.
Tabel 6
Komponen Pengembangan Usahatani Komoditi Jagung Di Kecamatan Mollo Utara
Tahun 2009
Komponen Perlakuan
1 2 3
Produktivitas 1.510 3.910 4.350
Penerimaan 604.000 1.564.000 1.740.000
Biaya :
- Bibit
- Pupuk
- Tenaga Kerja 563.900
7.400
-
556.5000 883.000
50.000
-
833.000 935.000
50000
80000
805.000
Keuntungan 40.100 681.000 805.000


Tabel 7
Perkembangan Komoditi Jagung Di Kecamatan Mollo Utara
Tahun 2009
No Perlakuan Produksi
(kg) Harga
(Rp) Biaya Produksi (Rp) Keuntungan (Rp) Titik Impas

Produksi (Kg) Harga (Rp)
1 Tanpa Dipupuk 1.510 400 563.000 40.000 100,25 26,56
2 ½ Pupuk 3.910 400 883.000 681.000 1.702,5 174,17
3 Dipupuk 4.350 400 935.000 805.000 2.012,5 185,06

Peningkatan kualitas dan pendapatan hidup masyarakat kabupaten Timor Tengah Selatan sangat tergatung pada masyarakat TTS sendiri dimana perluasan lahan dan peningkatan jumlah produksi sangat dapat meningkatkan taraf hidup dari masyarakat tersebut bukan hanya bisa tergantung pada pemerintah daerah sebagai pendukung dalam pemberdayaan kualitas hidup masyarakat dimana biaya hidup yang merupakan salah satu bagian dari biaya tetap yang tidak terlepas dari pertanian dan biaya –biaya lainya seperti tenaga kerja yang merupakan salah satu dari biaya variable yang mendukung produktivitas masyarakat dalam mengelola lahan.

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapt disimpulkan bahwa :
1. Pertanian merupakan sektor andalan dari kabupaten TTS yang merupakan sector yang paling mendominasi di daerah TTS serta dengan banyak keragaman hayati yang ada.
2.
B. Rekomendasi

REFERENSI

- http://www.google.com: Biaya Tetap dalam Usahatani, yang diambil pada tanggal 29 juni 2011
- http://www.google.com : Biaya Variabel Dalam Usahatani,yang diambil pada tanggal 29 juni 2011
- http://www.google.com: Komoditas Jagung Timor Tengah Selatan , yang diambil pada tanggal 1 juli 2011
- Kantor Statistik Propinsi Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Timur dalam angka. 2009.
- Soekartawi 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian, Raja Grafindo.
- Sutawi 2002, Manajemen Agribisnis, Penerbit bayu media. Jakarta
- Mubyarto 1993, Pengantar Ekonomi Pertanian LP3S. Jakarta

Skripsi :
- Penentuan Harga Jaul Produk Dan Keuntungan Emping Jagung dibuat oleh Fahmi Cahya Ramadhan.
- Strategi Pemanfaatan Lahan Kering Untuk Meningkatkan Produksi Pangan Di Propinsi Nusa Tenggara Timur Dibuat Oleh Yasinta Ndaumanu.
- Analisis Kontribusi Usahatani Wortel Terhadap Pendapatan Usaha Tani Hortikultura Di Kelurahan Sikumana Kecamatan Maulafa Kota Kupang dibuat oleh Yosita Ensita Ajul
- Pengaruh Tingkat Salinitas Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Sorgum Dibuat Oleh Stevan E.Huan
- Kajian Ekonomi Usahatani Tomat Dikelurahan Bakunase Kecamatan Oebobo Kota Kupang Dibuat Oleh Sriyanti Adriyany Tuka
- Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Dan Sikap Petani Sawah Terhadap Inovasi Traktor Rotasi Di Desa Pukdale Kecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang Dibuat Oleh Hamid Guntur Abdulmanan.





Administrasi Hubungan Sekolah dengan Masyarakat

Administrasi Hubungan Sekolah dengan Masyarakat

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU.Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 1).
Bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.
Bertolak dari penyelenggaraan sistem pemerintahan yang berupa desentralistik, maka hal ini berdampak pula terhadap reorintasi Visi dan Misi Pendidikan Nasional yang di dalamnya menyangkut pula tentang Standar Pengelolaan Sistem Pendidikan Nasional. Yang berimbas pula pada Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan, Pendanaaan, dan Strategi Pembangunan Pendidikan Nasional.
Hal-hal yang tersebut di atas, terutama dilandasi dengan sifat desentralistik itu sendiri, mengingat kondisi geografis, sosial-kultural, dan ekonomi setiap wilayah (Propinsi-Kabupaten) yang berbeda satu sama lain. Oleh karena itu penyelenggaraan pendidikan untuk mencapai hasil yang lebih optimal, efektif, efisien dan berhasil, memerlukan keterkaitan berbagai elemen yang ada.
Implementasi otonomi terhadap lembaga pendidikan terwujud dalam School Based Management atau Manajemen Berbasis Sekolah. Dikarenakan Manajemen Berbasis Sekolah ini adalah upaya kemandirian, kreativitas sekolah dalam peningkatan kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas dalam peningkatan mutu melalui kerjasama atau pemberdayaan pemerintah dan masyarakat, maka diperlukan pula administrasi pendidikan di bidang hubungan sekolah dengan masyarakat.
Hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan suatu bentuk dari penyelenggaraan administrasi pendidikan disekolah. Jika kita melihat lebih jauh tentang manajemen pendidikan maka, dapat dikaitkan dengan adminitrasi secara umum. Akan tetapi subsatansi dari administrasi hubungan masyarakat inilah yang masih menjadi sebuah pertanyaan.
Untuk itu dalam menjawab perluasan materi dari mata kuliah Manajemen Pendidikan pada semester III (tiga) Program Pasca Sarjana maka kelompok kami mendapat bagian untuk mencari dan menyusun materi Adminitrasi Hubungan Masyarakat.

B. Masalah
Dalam penusunan tugas kelompok ini, kami sebagai kelompok yang terakhir mendapat cakupan meteri adminitrasi hubungan masyarakat disekolah dengan pembahasan masalah sebagai berikut :
1. Pengertian adninistrasi dan Administrasi pendidikaan
2. Administrasi Hubungan Masyarakat dan ruang lingkupnya.
3. Pentingnya Keikutsertaan Masyarakat Dalam Membantu Pendidikan di Sekolah


BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ADMINISTRASI, ADMINISTRASI PENDIDIKAN
1. ADMINISTRASI
a. Pengertian Administrasi
Secara etimologis, kata administrasi berasal dari kata bahasa latin “ad” dan “ministrare”. Ad merupakan kata tunjuk yang berarti kepada atau pada, sedangkan ministrare berarti melayani, membantu atau memenuhi. Dengan demikian, Administrare berarti semua kegiatan mengarah pada aktivitas membantu, melayani atau memenuhi. Kata ini kemudian diadopsi oleh banyak bahasa seperti bahasa Inggris, Administration, bahasa Belanda Administratie, bahasa Indonesia Administrasi, dan sebagainya.
Secara leksikal, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan kata “administrasi” (yang digunakan sampai sekarang ini) merupakan bentukan dari bahasa Inggris yaitu, Administration. Namun arti ini merupakan pemberian Belanda sebab selama lebih kurang 350 tahun Indonesia dijajah Belanda, maka banyak istilah yang digunakan Belanda terinfiltrasi ke dalam Bahasa Indonesia. Salah satu contohnya adalah kata “Administratie” yang menurut Pariatra Westra dkk, definisinya adalah setiap penyusunan keterangan-keterangan secara sistematis dan pencatatannya secara tertulis dengan maksud untuk memperoleh suatu ikhtisar mengenai keterangan-keterangan itu dalam keseluruhannya dan dalam hubungannya satu sama lain.

b. Analisis Term menurut Bentuk Kata dan Jenis Kata Bahasa Indonesia
Administrasi merupakan bentukan dari kata administration, yang dalam bahasa Indonesia berarti setiap penyusunan keterangan-keterangan secara sistematis dan pencatatannya secara tertulis dengan maksud untuk memperoleh suatu ikhtisar mengenai keterangan-keterangan itu dalam keseluruhannya dan dalam hubungannya satu sama lain. Kata administrasi termasuk jenis kata benda yang kemudian memiliki aneka pengertian yang tentunya mengacu pada esensi administrasi yang sama.
Dan terhadap istilah ini, ada beberapa Ahli Ilmu Administrasi yang memberikan definisi yang berbeda-beda namun secara harafiah memiliki maksud yang sama. Di antaranya, Leonald D. White, menegaskan bahwa administrasi adalah suatu proses yang biasanya terdapat pada semua usaha kelompok, baik usaha pemerintah ataupun swasta, sipil atau militer baik dalam skala besar ataupun kecil. Selain itu, Herbert A. Simon, yang dalam arti luas didefinisikan sebagai kegiatan dari kelompok orang-orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
Kemudian setelah mengalami beberapa kali revisi dan penyempurnaan bersama Drs. Sutarto, Drs. The Liang Gie memberikan definisi administrasi sebagai segenap rangkaian penataan terhadap pekerjaan pokok yang dilakukan oleh kelompok orang dalam kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Dari beberapa definisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa administrasi merupakan suatu rangkaian penatausahaan bersama dari sekelompok orang yang berinteraksi dalam suatu organisasi dengan menggunakan instrumen dan sumber yang mungkin terbatas untuk menggapai tujuan yang dirancang.

c. Administrasi dan Managemen
Sebelum mendeskripsikan perbedaan pengertian asministrasi dengan managemen, terlebih dahulu penulis menelusuri esensi dari managemen itu sendiri.
1) Esensi Managemen
Managemen berasal dari kata bahasa Inggris manage (to manage) yang berarti “to conduct or to carry on, to direct” (Webster Super New School and Office Dictionary). Dalam Kamus Inggris Indonesia kata manage diartikan “mengurus, mengatur, melaksanakan, mengelola” (John M. Echols, Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia). Selain itu, “Oxford Advanced Learner’s Dictionary” mengartikan manage sebagai “to succed in doing something especially something difficult. Management the act of running and controlling business or similar organization (Oxford Advanced Learner’s Dictionary). Sementara itu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Manajemen diartikan sebagai “Proses penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran”. Adapun dari segi istilah telah banyak para ahli telah memberikan pengertian manajemen, dengan formulasi yang berbeda-beda, berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian manajemen.
Selain tinjauan leksikal di atas, ada definisi perseorangan tentang managemen. Menurut Prajudi Atmosudirdjo, managemen adalah pengendalian dan pemanfaatan dari pada semua faktor dan sumber daya, yang menurut suatu perencanaan (planning), diperlukan untuk mencapai atau menyelesaikan suatu prapta atau tujuan kerja yang tertentu. Hal yang sama dikemukakan oleh Boone & Kurtz, management is the use of people and other resources to accomplish objective.
Tambahan juga, Sondang P. Siagian mendefinisikan manajemen sebagai kemampuan atau ketrampilan untuk memperoleh sesuatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa manajemen merupakan alat pelaksana utama administrasi. Pandangan ini serupa sama dengan pandangan De Cenzo & Robbin yang menegaskan bahwa management is the process of efficiently achieving the objectives of the organization with and through people.
Berdasarkan pengertian yang diuraikan di atas, terdapat beberapa prinsip yang menjadi unsur esensi dari manajemen yakni, pertama, manajemen merupakan suatu kegiatan, kedua, manajemen menggunakan atau memanfaatkan pihak-pihak lain, ketiga, kegiatan manajemen diarahkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Secara singkat, managemen dapat diartikan sebagai kegiatan untuk memperoleh hasil yang tertera dalam tujuan bersama dengan menggerakan, mengendalikan orang lain dan sumber-sumber daya pendukungnya sebagai medium atau alat pencapaian organisasi
2) Administrasi dan Managemen (Administration to Management)
Seperti dikemukakan pada bagian sebelumnya, bahwa istilah administrasi yang digunakan sampai sekarang adalah dalam bahasa Inggris, yaitu “administration”. Yang pada dasarnya berpautan dengan suatu kegiatan penatausahaan bersama dari sekelompok orang yang berinteraksi dalam suatu organisasi dengan menggunakan instrumen dan sumber yang mungkin terbatas untuk menggapai tujuan yang telah dirancang bersama.
Berdasarkan hal ini maka cakupan dari kegiatan administrasi lebih luas dibandingkan dengan pengertian managemen, yaitu keseluruhan proses mulai dari penentuan bentuk dan tujuan organisasi, cara pencapaian tujuan, siapa saja yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pencapaian tujuan ini, pengendalian proses pelaksanaan, sampai bagaimana mendayagunakan instrumen atau sumber yang terbatas. Pada dasarnya, cakupan dari kegiatan penataan usaha ini adalah bagian dari disiplin ilmu lain, oleh karenanya kegiatan ilmu administrasi hanya dibatasi pada aktivitas-aktivitas penyelenggaraan atau pelaksanaan saja, yang direpresentasikan dengan penataan usaha.
Dengan demikian pula, dapat disimpulkan bahwa kegiatan administrasi dalam arti sempit adalah kegiatan yang dilakukan oleh para administrator (pimpinan) dan dalam arti luasnya adalah keseluruhan kegiatan dalam organisasi.
Drs. Usman Tampubolon pernah memberikan batasan terhadap kedua istilah ini dalam artikelnya yang berjudul “Perkembangan Ilmu Administrasi” (1974:17). Menurut Tampubolon, jika dilihat dari sudut sejarah terjadinya istilah-istilah ini, maka ada 2 tingkatan bahasa yang dikenal pada zaman Yunani dulu, yaitu bahasa orang-orang bangsawan, ningrat, politisi, negarawan dan bahasa kasar, bahasa orang kebanyakan, pedagang, kuli pelabuhan, dan lain-lainnya. Bahasa kasar yang disebutkan belakangan ini dipakai oleh orang-orang yang hidup di pinggiran kota yang kemudian dikenal sebagai bahasa Italia. Untuk mengartikan suatu usaha memimpin oleh orang-orang pinggiran (Italia) ini disebut “maneggiare”. Sedangkan untuk Kaum ningrat, politisi, dan negarawan untuk maksud yang sama mempergunakan istilah “administrare”. Kesimpangsiuran istilah ini ternyata masih diikuti sampai sekarang. Untuk memberikan perbedaan yang jelas mengenai istilah ini, BPA (Balai Pembinaan Administrasi) menempatkan administrasi pada posisi dengan batasan yang luas, dan manajemen merupakan bagian dari administrasi.
Menurut BPA, administrasi merupakan segenap proses penyelenggaraan atau penataan tugas-tugas pokok sesuatu usaha kerjasama sekelompok orang dalam mencapai tujuan bersama. Manajemen sebagai salah satu usaha yang hanya membatasi diri pada segi kepemimpinan yang mengarahkan orang-orang yang bekerjasama dalam segala fasilitasnya sehingga semua dapat berjalan dengan baik. Mengenai manajemen, Koontz dan O’Donnel memberikan definisi bahwa manajemen adalah usaha untuk mendapatkan hal-hal yang dikerjakan dengan usaha orang lain. G.R Terry juga kemudian mengemukakan pendapatnya bahwa manajemen adalah pencapaian suatu sasaran yang telah ditentukan melalui usaha orang lain. Dari pendapat tersebut, jelas esensi dari kegiatan manajemen adalah pengendalian dan pemanfaatan sumber daya yang tersedia dan dilakukan oleh seorang manajer (pimpinan).
Siagian (1992:2) mengemukakan administrasi adalah “keseluruhan proses kerjasama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Simon sebagaimana dikutip Handayaningrat (1996:2) mengemukakan “administration is the activities of groups cooperating to accomplish common goals” (Administrasi sebagai kegiatan dari pada kelompok yang mengadakan kerjasama untuk menyelesaikan tujuan bersama). Berdasarkan definisi administrasi sebagaimana dikemukakan di atas Handayaningrat (1996:3) mengemukakan bahwa administrasi mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
a) Adanya kelompok manusia, yaitu kelompok yang terdiri atas 2 orang atau lebih
b) Adanya kerjasama dari kelompok tersebut
c) Adanya kegiatan/proses/usaha
d) Adanya bimbingan, kepemimpinan, dan pengawasan
e) Adanya tujuan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa administrasi merupakan suatu proses kerjasama antara dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan dalam melaksanakan kegiatan yang bersifat merencanakan, mengorganisir dan memimpin. Dengan demikin maka dapat dilihat bahwa manajemen itu merupakan suatu kegiatan dan usaha untuk mengendalikan sumber-sumber daya (sumber daya manusia dan sumber daya fasilitas) yang ada agar dapat menghasilkan keluaran yang efektif dan efisien.
Berdasarkan uraian ini, dapat disimpulkan bahwa kegiatan manajemen juga merupakan unsur dari administrasi. Atau, managemen ada untuk merealisasikan tujuan administrasi. Dengan demikian, keduanya bersifat komplementer bukan substitutif, sebab keduanya saling membutuhkan bukan saling menggantikan. Managemen merupakan alat bantu dari administrasi, bukan sebaliknya. Hal ini menegasikan sebuah asumsi bahwa managemen merupakan faktor terjadinya administrasi.


2. ADMINISTRASI PENDIDIKAN
a. Pengertian Administrasi Pendidikan
Engkoswara (1987:1) mengemukakan administrasi pendidikan dalam arti yang seluas-luasnya adalah “suatu ilmu yang mempelajari penataan sumber daya untuk mencapai tujuan pendidikan secara produktif”. Engkoswara (1999:26) menggambarkan penataan sumber daya dalam administrasi pendidikan seperti tampak pada gambar berikut.

Gambar 1
Penataan Sumberdaya dalam Administrasi Pendidikan

Gambar 1 mengilustrasikan keterpaduan antara fungsi administrasi pendidikan sebagai penjabaran dari istilah penataan yang dikemukakan pada definisi di atas, dan garapan kerja administrasi pendidikan sebagai penjabaran dari sumber daya. Fungsi utama penataan administrasi pendidikan adalah perencanaan (planning), pelaksanaan (implementing), dan pengawasan (evaluating) pendidikan yang menyangkut tiga sumberdaya/bidang garapan utama yaitu: (1) Sumberdaya manusia (SDM) yang terdiri atas peserta didik, tenaga kependidikan, dan masyarakat pemakai jasa pendidikan; (2) Sumber belajar (SB) adalah alat atau rencana kegiatan yang akan dipergunakan sebagai media, di antaranya kurikulum; dan (3) Sumber fasilitas dan dana (SFD) sebagai faktor pendukung yang memungkinkan pendidikan berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Semua fungsi dan sumber daya administrasi pendidikan ini merupakan media (teknologi pendidikan) atau perilaku berorganisasi yang diharapkan dapat mencapai tujuan pendidikan secara produktif (TPP) baik untuk kepentingan perorangan maupun untuk kelembagaan.
Sutisna (1989:19) mengemukakan administrasi pendidikan adalah “keseluruhan proses dengan mana sumber-sumber manusia dan materi yang cocok dibuat tersedia dan efektif bagi pencapaian maksud-maksud organisasi secara efisien”.
Sears (1950) sebagaimana dikutip oleh Daryanto (1998:8) mengemukakan “Education administration is the process as including the following activities planning, organizing, directing, coordinating, and control. Daryanto (1998:8) mengemukakan administrasi pendidikan adalah “suatu cara bekerja dengan orang-orang, dalam rangka usaha mencapai tujuan pendidikan yang efektif”. Nawawi (Daryanto, 1998:10) mengemukakan “administrasi pendidikan adalah rangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerja sama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan secara berencana dan sistematis yang diselenggarakan dalam lingkungan tertentu, terutama berupa lembaga pendidikan formal”. Dasuqi dan Somantri (1992:10) mengemukakan administrasi pendidikan adalah upaya menerapkan kaidah-kaidah administrasi dalam bidang pendidikan. Senada dengan pendapat ini Soepardi (1988:24) mengemukakan bahwa administrasi pendidikan adalah administrasi yang diterapkan dalam bidang pendidikan. Selanjutnya Soepardi (1988:25) menjelaskan administrasi pendidikan adalah semua aspek kegiatan untuk mendayagunakan berbagai sumber (manusia, sarana dan prasarana, serta media pendidikan lainnya) secara optimal, relevan, efektif, dan efisien guna menunjang pencapaian tujuan pendidikan. Sagala (2005:27) mengemukakan bahwa administrasi pendidikan adalah penerapan ilmu administrasi dalam dunia pendidikan atau sebagai penerapan administrasi dalam pembinaan, pengembangan, dan pengendalian usaha dan praktek-praktek pendidikan.
Berbagai definisi di atas memberikan gambaran bahwa dalam administrasi pendidikan terkandung makna:
1) Administrasi pendidikan dilakukan melalui kerjasama sejumlah orang
2) Orientasi pelaksanaan administrasi pendidikan diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
3) Administrasi pendidikan memanfaatkan sumber daya pendidikan secara optimal.
4) Administrasi pendidikan dilaksanakan melalui proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa administrasi pendidikan adalah proses memanfaatkan sumber daya pendidikan melalui kerjasama sejumlah orang dengan melaksanakan fungsi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi, untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
b. Ruang Lingkup Administrasi Pendidikan
Sagala (2005:19) menjelaskan cakupan administrasi pendidikan tidak hanya sekedar administrasi sekolah atau administrasi pembelajaran. Pandangan demikian adalah pandangan yang sempit. Administrasi pendidikan lebih luas dari itu, meskipun muara semua kebijakannya adalah sekolah atau satuan pendidikan pada semua jenjang dan jenis. Jadi administrasi pendidikan ada pada tataran pengambil kebijakan dan pada tataran satuan pendidikan.
Administrasi pendidikan pada tataran pemerintah baik pusat maupun daerah berkaitan dengan anggaran pendidikan, standar kurikulum, standar ketenagaan, akreditasi sekolah, dan pelayanan kebutuhan sekolah sebagai pendidikan formal maupun pendidikan non formal yaitu pendidikan luar sekolah serta pendidikan kedinasan. Administrasi pendidikan pada satuan pendidikan berkaitan dengan penerapan teori-teori pendidikan dalam pelayanan belajar, teknik-teknik konseling belajar, manajemen sekolah, dan semua kegiatan yang mendukung dan memperlancar aktivitas-aktivitas satuan pendidikan untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan substansinya, administrasi pendidikan menurut Sutisna (1989:36) dapat ditinjau dari dua pendekatan, yaitu pendekatan tugas dan pendekatan proses. Fokus pendekatan tugas dalam administrasi pendidikan menjawab pertanyaan apa yang harus dikerjakan oleh administrator. Studi yang dilakukan oleh Universitas OHIO, sebagaimana dilaporkan Ramseyer et.al. (1955) dalam Sutisna (1989:36-37) berhasil mengidentifikasi 9 kegiatan administrator, yaitu 1) menentukan tujuan-tujuan, 2) membuat kebijaksanaan, 3) menentukan peranan-peranan, 4) mengkoordinasikan fungsi-fungsi administratif, 5) menaksir efektivitas, 6) bekerja dengan kepemimpinan masyarakat untuk meningkatkan perbaikan dalam pendidikan, 7) menggunakan sumber-sumber pendidikan dari masyarakat, 8) melibatkan orang-orang, dan 9) melakukan komunikasi. Fokus pendekatan proses dalam administrasi pendidikan menjawab pertanyaan bagaimana administrator melakukan kegiatannya. Sears (1950) sebagaimana dikutip Said (1988:74) mengemukakan bahwa pendekatan proses dalam administrasi pendidikan merupakan satu kesatuan yang terdiri atas lima unsur, yaitu 1) perencanaan, pengorganisasian, direksi, koordinasi, dan pengontrolan. Dasuqi dan Somantri (1992:12-16) mengemukakan proses administrasi pendidikan meliputi: 1) membuat keputusan, 2) merencanakan, 3) mengorganisasikan, 4) mengkomunikasikan, 5) mengkoordinasikan, 6) mengawasi, dan 7) menilai. Morphet et.al. (1974:145) mengemukakan proses administrasi pendidikan terdiri atas tujuh komponen, yaitu 1) decision making, 2) planning, 3) organizing, 4) communicating, 5) influencing, 6) coordinating, dan 7) evaluating.
Ruang lingkup administrasi dapat pula ditinjau dari bidang garapannya. Daryanto (1998:26) mengelompokkan ruang lingkup administrasi pendidikan menjadi tiga bidang garapan, yaitu: 1) bidang administrasi material, 2) bidang administrasi personal, dan 3) bidang administrasi kurikulum. Dasuqi dan Somantri (1992:16-20) mengemukakan administrasi pendidikan dalam operasionalnya memiliki bidang garapan sebagai berikut: 1) program pendidikan, 2) murid atau peserta didik, 3) personil lembaga pendidikan, 4) kantor dan fasilitas lembaga pendidikan, 5) keuangan lembaga pendidikan, 6) pelayanan bantuan lembaga pendidikan, 7) hubungan lembaga dan masyarakat.
Hoy dan Miskel (2001) menjelaskan ruang lingkup materi kajian administrasi pendidikan.bersumber dari pemikiran bawa sekolah merupakan suatu sistem sosial. Sekolah sebagai sistem sosial memiliki empat elemen atau subsistem penting, yaitu struktur, individu, budaya, dan politik. Perilaku organisasi merupakan fungsi dari interaksi elemen-elemen ini dalam konteks pengajaran dan pembelajaran. Lingkungan juga merupakan aspek penting dari kehidupan organisasi; lingkungan tidak hanya menyediakan sumber bagi sistem tersebut tetapi juga menyediakan kendala dan peluang lainnya.Hoy dan Miskel (2001) mengajukan Model Sistem Sosial untuk Sekolah seperti tampak pada gambar berikut.



Gambar 2
Sekolah sebagai Sistem Sosial

Berdasarkan gambar 2, jika sekolah harus menjadi lembaga pembelajaran yang efektif, sekolah harus mencari cara untuk menciptakan struktur yang secara terus-menerus mendukung pembelajaran dan pengajaran dan memperkaya adaptasi organisasi; mengembangkan budaya dan iklim organisasi yang terbuka, dan kolaboratif; menarik individu yang mandiri, efektif, dan terbuka terhadap perubahan; dan mencegah politik yang kotor dan tak-legal dari penyalahgunaan aktivitas pengajaran dan pembelajaran yang legal. Kepemimpinan transformasional, komunikasi yang terbuka dan terus-menerus, dan pembuatan keputusan bersama merupakan mekanisme yang hendaknya mampu meningkatkan pembelajaran keorganisasian di sekolah. Tantangannya adalah tidak hanya menciptakan sekolah yang memiliki kemampuan untuk menjawab secara efektif masalah-masalah kontemporer saja tetapi juga pada isu-isu yang baru muncul mengenai efektivitas sekolah.
Dapat disimpulkan, menurut Hoy dan Miskel (2001) ruang lingkup materi kajian administrasi pendidikan meliputi: 1) poses belajar mengajar, 2) struktur sekolah, 3) individu, 4) budaya dan iklim sekolah, 5) kekuasaan dan politik di sekolah, 5) lingkungan eksternal sekolah, 6) efektivitas dan kualitas sekolah, 7) pembuatan keputusan, 8) komunikasi, 9) kepemimpinan.
Lunenburg dan Ornstein (2003) mengemukakan ruang lingkup administrasi meliputi 1) culture, 2) change, 3) curriculum, 4) human resources administration, 5) diversity, 6) effective teaching strategies, dan 7) supervision of instruction. Donmoyer dan Scheurich, (1995:28) mengutip pendapat National Policy Board of Educational Administration (1989,5-7) mengemukakan terdapat tujuh area kajian dalam administrasi pendidikan, yaitu 1) societal and cultural influence on schooling, 2) teaching and learning processes and school improvement, 3) organizational theory, 4) methodologies of organizational studies and policy analysis, 5) leadership and management processes and functions, 6) policy studies and politics of education, dan 7) moral and ethical dimensions of schooling. Senada dengan pendapat di atas, The University Council for Educational Administration (UCEA), sebagaimana dikutip oleh Donmoyer dan Scheurich (1995:28) merekomendasikan enam domain kajian administrasi pendidikan, yaitu 1) school improvement, 2) organizational studies, 3) economic and financial dimensions of schooling, 4) leadership and management process, 5) policy and political studies, 6) legal and ethical dimensions of schooling.

B. ADMINISTRASI HUBUNGAN MASYARAKAT DI SEKOLAH
1. Pengertian Hubungan Sekolah dengan Masyarakat.
Istilah hubungan dengan masyarakat dikemukakan kali pertama oleh presiden Amerika Serikat, Thomas Jefferson tahun 1807 dengan istilah Public Relations. Hingga saat ini pengertian hubungan dengan masyarakat itu sendiri belum mencapai suatu mufakat konvensional.
Adapun pengertian hubungan dengan masyarakat menurut Abdurrachman ialah kegiatan untuk menanamkan dan memperoleh pengertian, good will, kepercayaan, penghargaan dari publik sesuatu badan khususnya dan masyarakat pada umumnya (Suryosubroto, 2004: 155).
Sedangkan menurut Syamsi, hubungan dengan masyarakat adalah untuk mengembangkan opini publik yang positif terhadap suatu badan, publik harus diberi penerangan-penerangan yang lengkap dan obyektif mengenai kegiatan-kegiatan yang menyangkut kepentingan mereka, sehingga dengan demikian akan timbul pengertian darinya. Selain itu pendapat-pendapat dan saran–saran dari publik mengenai kebijaksanaan badan itu harus diperhatikan dan dihargai (suryosubroto, 2004: 155).
Hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan jalinan interaksi yang diupayakan oleh sekolah agar dapat diterima di tengah-tengah masyarakat untuk mendapatkan aspirasi, simpati dari masyarakat. Dan mengupayakan terjadinya kerjasama yang baik antar sekolah dengan masyarakat untuk kebaikan bersama, atau secara khusus bagi sekolah penjalinan hubungan tersebut adalah untuk mensuksekan program-program sekolah yang bersangkutan sehingga sekolah tersebut bisa tetap eksis.

2. Pengertian Administrasi Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Pengertian administrasi hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan seluruh proses kegiatan yang direncanakan dan diusahakan secara sengaja atau sungguh-sungguh serta pembinaan secara kontinu untuk mendapatkan simpati dari masyarakat pada umumnya serta dari publik pada khususnya, sehingga kegiatan operasional sekolah atau pendidikan semakin efektif dan efisien demi membantu tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Humas sebagai penghubung dari pihak sekolah dengan masyarakat harus selalu dipelihara dengan baik karena sekolah akan selalu berhubungan dengan masyarakat, tidak bisa lepas darinya sebagai partner sekolah dalam mencapai kesuksesan sekolah itu sendiri. Prestise sekolah semakin tinggi di mata masyarakat jika sekolah mampu melahirkan peserta didik yang cerdas, berkepribadian dan mampu mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya dalam memajukan masyarakat.
Sekolah harus selalu siap mengantarkan peserta didik terjun langsung ke masyarakat diantaranya dengan membekali peserta didik dengan pengetahuan, nilai-nilai dan ketrampilan-ketrampilan khusus baik melalui kegiatan intra maupun ekstra.
Jadi bila kita tarik garis merah secara general, maka pengertian hubungan sekolah dengan masyarakat adalah rangkaian kegiatan organisasi atau instansi untuk menciptakan hubungan yang harmonis dengan masyarakat atau pihak-pihak tertentu di luar organisasi tersebut, agar mendapatkan dukungan terhadap efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kerja secara sadar dan sukarela.
Secara umum orang dapat mengatakan apabila terjadi kontak, pertemuan dan lain-lain antara sekolah dengan orang di luar sekolah, adalah kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat. Apakah ini yang dimaksud dengan hubungan sekolah dengan masyarakat?
Arthur B. Mochlan menyatakan school public relation adalah kegiatan yang dilakukan sekolah atau lembaga pendidikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Apa sebenarnya kebutuhan masyarakat terhadap lembaga pendidikan (sekolah)? Masyarakat (lebih khusus lagi orang tua murid) mengirimkan anak-anaknya ke sekolah agar mereka dapat menjadi manusia dewasa yang bermanfaat bagi kehidupannya dan bagi masyarakat secara umum. Secara praktis sering kita dengar para orang tua menginginkan anaknya dapat berprestasi di sekolah (khususnya NEM).
Ini berarti kebutuhan masyarakat adalah penyelenggaraan dan pelayanan proses belajar mengajar yang berkualitas dengan out put yang berkualitas pula.Hal ini yang akan menjadi beban bagi sekolah, dengan segala keterbatasan yang dimilikinya (tenaga, biaya, waktu dan sebagainya).
Pengertian di atas memberikan isyarat kepada kita bahwa hubungan sekolah dengan masyarakat lebih banyak menekankan pada pemenuhan akan kebutuhan masyarakat yang terkait dengan lembaga pendidikan.
Apabila dicermati pengertian tersebut di atas, nampaknya lebih mengarah pada pola hubungan satu arah, yaitu kemauan sekolah/lembaga pendidikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tentang hal-hal yang berkaitan dengan lembaga pendidikan. Ini berarti pihak sekolah kurang mendapatkan balikan dari pihak masyarakat.
Definisi yang lebih lengkap diungkapkan oleh Bernays seperti dikutip oleh Suriansyah (2000), yang menyatakan bahwa hubungan sekolah dengan masyarakat adalah:
 Information given to the public (memberikan informasi secara jelas dan lengkap kepada masyarakat)
 Persuasion directed at the public, to modify attitude and action (melakukan persuasi kepada masyarakat dalam rangka merubah sikap dan tindakan yang perlu mereka lakukan terhadap sekolah)
 Effort to integrated attitudes and action of institution with its public and of public with the institution (suatu upaya untuk menyatukan sikap dan tindakan yang dilakukan oleh sekolah
 Dengan sikap dan tindakan yang dilakukan oleh masyarakat secara timbal balik, yaitu dari sekolah ke masyarakat dan dari masyarakat ke sekolah.
Pengertian di atas memberikan gambaran kepada kita apa sebenarnya hakekat hubungan sekolah dan masyarakat. Hal terpenting dari pengertian di atas adalah adanya informasi yang diberikan kepada masyarakat yang dampaknya dapat merubah sikap dan tindakan masyarakat terhadap pendidikan serta masyarakat memberikan sesuatu untuk perbaikan pendidikan.
Dengan memahami dua pengertian hubungan sekolah dengan masyarakat di atas, kita dapat membuat suatu pengertian sederhana tentang hubungan sekolah dan masyarakat sebagai suatu “proses kegiatan menumbuhkan dan membina saling pengertian kepada masyarakat dan orang tua murid tentang visi dan misi sekolah, program kerja sekolah, masalah-masalah yang dihadapi serta berbagai aktivitas sekolah lainnya”.
Pengertian ini memberikan dasar bagi sekolah, bahwa sekolah perlu memiliki visi dan misi serta program kerja yang jelas, agar masyarakat memahami apa yang ingin dicapai oleh sekolah dan masalah/kendala yang dihadapi sekolah dalam mencapai tujuan, melalui berbagai kegiatan yang dilakukan oleh sekolah. Dengan demikian mereka dapat memikirkan tentang peranan apa yang dapat dilakukan oleh masyarakat/orang tua murid dan stakeholders lainnya untuk membantu sekolah.
Pemahaman masyarakat yang mendalam, jelas dan konprehensip tentang sekolah merupakan salah satu faktor pendorong lahirnya dukungan dan bantuan mereka terhadap sekolah. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh C.L. Brownell seperti dikutif oleh Suriansyah (2001) yang menyatakan bahwa: Knowledge of the program is essential to understanding, and understanding is basic to appreciation, appreciation is basic to support.
Bertolak dari pendapat yang diungkapkan Brownell tersebut di atas, dapat dipahami bahwa sekolah/lembaga pendidikan perlu melakukan beberapa aktivitas dalam melaksanakan manajemen peran serta masyarakat agar dapat mencapai hasil yang diharapkan dan memberdayakan masyarakat dan stakeholders lainnya. Beberapa aktivitas tersebut adalah:
Selalu memberikan penjelasan secara periodik kepada masyarakat tentang program-program pendidikan di sekolah, masalah-masalah yang dihadapi dan kemajuan-kemajuan yang dapat dicapai oleh sekolah (berfungsi sebagai akuntabilitas). Agar pemahaman program oleh masyarakat menyentuh hal yang mendasar, maka harus dimulai dengan penjelasan tentang Visi dan Misi serta tujuan sekolah secara keseluruhan.
Apa yang dimaksud dengan Visi dan Misi Sekolah anda dapat memperdalam pada buku-buku reference lain. Kenyataan selama ini tidak semua warga sekolah menghayati atau memiliki pemahaman yang mendalam tentang visi dan misi sekolah, sehingga pada saat masyarakat ingin mengetahui secara mendalam tentang hal tersebut warga sekolah (guru, murid, staf tata usaha dan lain-lain) tidak dapat memberikan penjelasan secara rinci. Hal ini akan memberikan kesan yang kurang baik kepada masyarakat.
Apabila penjelasan-penjelasan tersebut dipahami masyarakat dan apa yang diinginkan serta program-program tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat, maka penghargaan mereka terhadap sekolah akan tumbuh. Tumbuhnya penghargaan inilah yang akan mendorong adanya dukungan dan bantuan mereka pada sekolah. Dengan demikian maka program sekolah harus seiring dengan kebutuhan masyarakat.

3. Tugas Pokok Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Tugas pokok hubungan sekolah dengan masyarakat antara lain:
a. Memberikan informasi dan menyampaikan ide atau gagasan kepada masyarakat atau pihak-pihak lain yang membutuhkannya.
b. Membantu pemimpin yang karena tugas-tugasnya tidak dapat langsung memberikan informasi kepada masyarakat atau pihak-pihak yang memerlukannya.
c. Membantu pemimpin mempersiapkan bahan-bahan tentang permasalahan dan informasi yang akan disampaikan atau yang menarik perhatian masyarakat pada saat tertentu.
d. Membantu pemimpin dalam mengembangkan rencana dan kegiatan lanjutan yang berhubungan dengan pelaksanaaan kepada masyarakat sebagai akibat dari komunikasi timbal balik dengan pihak luar, yang ternyata menumbuhkan harapan untuk penyempurnaaan kegiatan yang telah dilakukan oleh organisasi.
e. Melaporkan tentang pikiran-pikiran yang berkembang dalam masyarakat tentang masalah pendidikan.
f. Membantu kepala sekolah bagaimana usaha untuk memperoleh bantuan dan kerja sama.
g. Menyusun rencana bagaimana cara-cara memperoleh bantuan.
h. Menunjukkan pergantian keadaan pendapat umum.

4. Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam pelaksanaan hubungan sekolah dengan masyarakat adalah sebagai berikut:
a. Integrity
Prinsip ini mengandung makna bahwa semua kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat harus terpadu, dalam arti apa yang dijelaskan, disampaikan dan disuguhkan kepada masyarakat harus informasi yang terpadu antara informasi kegiatan akademik maupun informasi kegiatan yang bersifat non akademik. Hindarkan sejauh mungkin upaya menyembunyikan (hidden activity) kegiatan yang telah, sedang dan akan dijalankan oleh lembaga pendidikan, untuk menghindari salah persepsi serta kecurigaan terhadap lembaga pendidikan. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan penilaian dan kepercayaan masyarakat/orang tua murid terhadap sekolah, atau dengan kata lain transparansi lembaga pendidikan sangat diperlukan, lebih-lebih dalam era reformasi dan abad informasi ini, masyarakat akan semakin kritis dan berani memberikan penilaian secara langsung tentang lembaga pendidikan.
b. Continuity
Hubungan sekolah dengan masyarakat, harus dilakukan secara terus menerus, jangan hanya dilakukan secara insidental atau sewaktu-waktu, misalnya hanya 1 kali dalam satu tahun atau sekali dalam satu semester/caturwulan, atau hanya dilakukan oleh sekolah pada saat akan meminta bantuan keuangan kepada orang tua / masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat selalu beranggapan bahwa apabila ada panggilan sekolah untuk datang ke sekolah selalu dikaitkan dengan minta bantuan uang.
Kenyataan selama ini menunjukkan bahwa undangan kepada orang tua murid dari sekolah sering diwakilkan kehadirannya kepada orang lain, sehingga kehadiran mereka hanya berkisar antara 60% - 70% bahkan tidak jarang kurang dari 30%. Apabila ini terkondisi, maka sekolah akan sulit mendapat dukungan yang kuat dari semua orang tua murid dan masyarakat. Perkembangan informasi, perkembangan kemajuan sekolah, permasalahan-permasalahan sekolah bahkan permasalahan belajar siswa selalu muncul dan tumbuh setiap saat, karena itu maka diperlukan penjelasan informasi yang terus menerus dari lembaga pendidikan untuk masyarakat/orang tua murid, sehingga mereka sadar akan pentingnya keikutsertaan mereka dalam meningkatkan mutu pendidikan putra-putrinya.
c. Coverage
Kegiatan pemberian informasi hendaknya menyeluruh dan mencakup semua aspek/ faktor atau substansi yang perlu disampaikan dan diketahui oleh masyarakat, misalnya program ekstra kurikuler, kegiatan kurikuler, remedial teaching dan lain-lain kegiatan. Prinsip ini juga mengandung makna bahwa segala informasi hendaknya lengkap, akurat dan up to date.
d. Simplicity
Prinsip ini menghendaki agar dalam proses hubungan sekolah dengan masyarakat yang dilakukan baik komunikasi personal maupun komunikasi kelompok pihak pemberi informasi (sekolah) dapat menyederhanakan berbagai informasi yang disajikan kepada masyarakat, sesuai dengan kondisi dan karakteristik pendengar (masyarakat setempat). Prinsip kesederhanaan ini juga mengandung makna bahwa:
1) Informasi yang disajikan dinyatakan dengan kata-kata yang penuh persahabatan dan mudah dimengerti dan penggunaan istilah sedapat mungkin disesuaikan dengan tingkat pemahaman masyarakat yang menjadi audience.
2) Penggunaan kata-kata yang jelas, disukai mesyarakat atau akrab bagi pendengar.
3) Informasi yang disajikan menggunakan pendekatan budaya setempat.
e. Constructiveness
Program hubungan sekolah dengan masyarakat hendaknya konstruktif dalam arti sekolah memberikan informasi yang konstruktif kepada masyarakat. Dengan demikian masyarakat akan memberikan respon hal-hal positif tentang sekolah serta mengerti dan memahami secara detail berbagai masalah (problem dan constraint) yang dihadapi sekolah. Prinsip ini juga berarti dalam penyajian informasi hendaknya obyektif tanpa emosi dan rekayasa tertentu. di samping itu informasi yang disajikan harus dapat membangun kemauan dan merangsang untuk berpikir bagi penerima informasi.
Penjelasan yang konstruktif akan menarik bagi masyarakat dan akan diterima oleh masyarakat tanpa prasangka tertentu, hal ini akan mengarahkan mereka untuk berbuat sesuatu sesuai dengan keinginan sekolah.
f. Adaptability (Penyesuaian)
Program hubungan sekolah dengan masyarakat hendaknya disesuaikan dengan keadaan di dalam lingkungan masyarakat tersebut. Terutama penyesuaian terhadap aktivitas, kebiasaan, budaya (culture) dan bahan informasi yang ada dan berlaku di dalam kehidupan masyarakat.

5. Jenis Kegiatan Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
a. Kegiatan Eksternal
Kegiatan ini selalu berhubungan atau ditujukan kepada instansi atasan dan masyarakat di luar sekolah. Ada dua kemungkinan yang bisa dilakukan dalam hal ini yakni:
1) Indirect act adalah kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat melalui perantara media tertentu seperti misalnya: informasi lewat televisi, penyebaran informasi lewat radio, penyebaran informasi melalui media cetak, pameran sekolah dan berusaha independen dalam penerbitan majalah atau buletin sekolah.
2) Direct act adalah kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat melalui tatap muka, misalnya: rapat bersama dengan komitte sekolah, konsultasi dengan tokoh masyarakat, melayani kunjungan tamu dan sebagainya.
b. Kegiatan Internal
Kegiatan ini merupakan publisitas ke dalam, sasarannya adalah warga sekolah yang bersangkutan yaitu para pendidik, karyawan, dan peserta didik. Kegiatan ini juga dapat dilakukan dengan dua kemungkinan yakni:
1) Indirect act adalah kegiatan internal melalui penyampaian informasi melalui surat edaran; penggunaan papan pengumuman di sekolah; penyelenggaraan majalah dinding; menerbitkan buletin sekolah untuk dibagikan pada warga sekolah; pemasangan iklan/pemberitahuan khusus melalui mass media; dan kegiatan pentas seni.
2) Direct act adalah kegiatan internal yang dapat berupa: rapat dewan guru; upacara sekolah; karyawisata/rekreasi bersama; dan penjelasan pada berbagai kesempatan.

6. Faktor Pendukung Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat bisa berjalan baik apabila di dukung oleh beberapa faktor yakni:
a. Adanya program dan perencanaan yang sistematis.
b. Tersedia basis dokumentasi yang lengkap.
c. Tersedia tenaga ahli, terampil dan alat sarana serta dana yang memadai.
d. Kondisi organisasi sekolah yang memungkinkan untuk meningkatkan kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat.

7. Fungsi Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Fungsi pokok hubungan sekolah dengan masyarakat adalah menarik simpati masyarakat umumnya serta publik khususnya, sehingga dapat meningkatkan relasi serta animo pada sekolah tersebut. Hal ini akan membantu sekolah mensukseskan program-programnya. Sehingga mampu mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Fungsi hubungan sekolah dengan masyarakat diantarnya sebagai berikut:
a. Mengatur hubungan sekolah dengan orang tua.
b. Memelihara hubungan baik dengan komitte sekolah.
c. Memelihara dan mengembangkan hubungan sekolah dengan lembaga-lembaga pemerintah, swasta dan organisasi nasional.
d. Memberi pengertian kepada masyarakat tentang fungsi sekolah melalui bermacam-macam tehnik komunikasi (majalah, surat kabar dan mendatangkan sumber).
8. Tujuan Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Hubungan sekolah dengan masyarakat dibangun dengan tujuan popularitas sekolah di mata masyarakat. Popularitas sekolah akan tinggi jika mampu menciptakan program-program sekolah yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan dan cita-cita bersama dan dari program tersebut mampu melahirkan sosok–sosok individu yang mapan secara intelektual dan spiritual.
Dengan popularitas ini sekolah eksis dan semakin maju. Tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat diantaranya sebagai berikut:
a. Memberi penjelasan tentang kebijaksanaan penyelenggaraan sekolah situasi dan perkembangannya.
b. Menampung sarana-sarana dan pendapat-pendapat dari warga sekolah dalam hubungannya dengan pembinaan dan pengembangan sekolah.
c. Dapat memelihara hubungan yang harmonis dan terciptanya kerja sama antar warga sekolah sendiri.
Sedangkan menurut Mulyasa (2007: 50), tujuan dari hubungan sekolah dengan masyarakat adalah: (1) memajukan kualitas pembelajaran dan pertumbuhan peserta didik; (2) memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat; dan (3) menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah.
Apa sebenarnya yang ingin dicapai dalam kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat?. Secara lebih lengkap Elsbree dan Mc Nally seperti dikutip oleh Suriansyah (2001) menyatakan bahwa kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat bertujuan untuk:
a. To improve the quality of children’s learning and growing.
b. To rise community goals and improve the quality of community living
c. To develop understanding, enthusiasm and support for community program of public educations
Dari pendapat ini terlihat bahwa yang ingin dicapai dalam kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat ini tidak hanya sekedar mendapat bantuan keuangan dari orang tua murid/masyarakat, tetapi lebih jauh dari hal tersebut yaitu pengembangan kemampuan belajar anak dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat, yang pada akhirnya dapat menumbuhkan dukungan mereka akan pendidikan.

9. Manfaat Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Manfaat dari hubungan sekolah dengan masyarakat adalah menambah atau meningkatkan simpati masyarakat secara sadar dan sukarela yang dapat meningkatkan harga diri sekolah serta dukungan terhadap sekolah secara spiritual dan material atau finansial. Hal ini akan tampak sebagai berikut:
a. Adanya saling pengertian antara sekolah dengan pihak luar.
b. Adanya kegiatan yang membantu karena mengetahui manfaat, arti dan pentingnya peranan masing-masing.
c. Adanya kerjasama yang erat dengan masing-masing pihak dan merasa ikut bertanggungjawab atas suksesnya usaha pihak lain.
Dalam kenyataannya, memang pelanggan dan pengguna hasil lulusan sekolah adalah masyarakat. Atau dengan kata lain pelanggan sekolah itu pada hakekatnya adalah siswa dan orang tua siswa serta masyarakat. Karena itu kebutuhan dan kepuasan pelanggan merupakan hal pokok yang harus diperhatikan oleh lembaga sekolah. Sebagai contoh: Bagaimana masyarakat mau membantu sekolah apabila sekolah di tengah masyarakat religius dan fanatik, sekolah tidak pernah memprogramkan kegiatan sekolah yang bersifat religius, sehingga sekolah terisolir dari masyarakatnya. Sekolah menjadi menara gading bagi lingkungan masyarakatnya sendiri. Kondisi ini yang mendorong masyarakat untuk tidak terlibat apalagi berpartisipasi membantu sekolah. Bertolak dari gambaran tersebut di atas, nampak manfaat yang sangat besar bagi sekolah dan masyarakat apabila hubungan sekolah dengan masyarakat benar-benar dapat dikelola dan direalisasikan secara utuh sesuai dengan konsep di atas.
Di samping manfaat seperti diuraikan di atas, pelaksanaan hubungan sekolah dengan masyarakat yang baik akan memberikan manfaat lain seperti:
 Masyarakat/orang tua murid dan stakeholders lainnya akan mengerti dengan jelas tentang Visi, misi, tujuan dan program kerja sekolah, kemajuan sekolah beserta masalah-masalah yang dihadapi sekolah secara lengkap, jelas dan akurat.
 Masyarakat/orang tua murid dan stakeholders lainnya akan mengetahui persoalan-persolan yang dihadapi atau mungkin dihadapi sekolah dalam mencapai tujuan yang diinginkan sekolah. Dengan demikian mereka dapat melihat secara jelas dimana mereka dapat berpartisipasi untuk membantu sekolah.
Sekolah akan mengenal secara mendalam latar belakang, keinginan dan harapan-harapan masyarakat terhadap sekolah. Pengenalan harapan masyarakat dan orang tua murid terhadap lembaga pendidikan, khususnya sekolah merupakan unsur penting guna menumbuhkan dukungan yang kuat dari masyarakat. Apabila hal ini tercipta, maka sikap apatis, acuh tak acuh dan masa bodoh masyarakat akan hilang. Yang menjadi pertanyaan adalah, sudahkah sekolah mengenal harapan masyarakat? Atau sekarang justru sekolah memaksakan harapannya kepada masyarakat! Coba kita analisis kondisi tersebut berdasarkan pengalaman dan penglihatan selama ini dalam praktek penyelenggaraan pendidikan di tingkat sekolah dasar. Apabila kita belum melakukan hal tersebut, maka sudah saatnya mulai sekarang sekolah berbenah diri untuk membangun kemitraan dengan masyarakat/stakeholders untuk kemajuan sekolah.
Dalam kenyataan yang ditemui di lembaga-lembaga pendidikan sekarang ini nampaknya masih sedikit ditemukan pola-pola hubungan yang dapat mendorong terciptanya keempat hal pokok di atas. Hal ini disebabkan adanya persepsi bahwa peningkatan mutu sekolah dan peningkatan proses pembelajaran cukup dilakukan oleh pihak sekolah atau pihak pemerintah secara sepihak. Sedangkan pihak masyarakat dan orang tua murid cukup dimintakan bantuannya dalam bentuk keuangan saja, atau ada semacam persepsi seolah-olah sekolah lah yang bertanggungjawab dalam peningkatan mutu. Persepsi yang salah ini sebagai akibat dari kurangnya pemahaman masyarakat tentang pendidikan dan juga pemahaman warga sekolah tentang apa dan bagaimana harusnya pengelolaan hubungan sekolah dengan masyarakat dibangun. Di samping itu pemberdayaan masyarakat masih cenderung pada aspek pembiayaan.


10. Bentuk Opersional Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Tergantung pada inisiatif dan kreatifitas sekolah, kondisi dan situasi, fasilitas sekolah dan sebagainya.
a. Di bidang Sarana Akademik
Tinggi rendahnya prestasi lulusan (kualitas maupun kuantitas), penelitian, karya ilmiah (lokal, nasional, internasional), jumlah dan tingkat kesarjanaan pendidiknya, sarana dan prasarana akademik termasuk laboratorium dan perpustakaan atau PSB, SB yang mutakhir serta teknologi instruksional yang mendukung PBM, termasuk ukuran prestasi dan prestise-nya.
b. Di bidang Sarana Pendidikan
Gedung atau bangunan sekolah termasuk ruang belajar, ruang praktikum, kantor dan sebagainya beserta perabot yang memadai akan memiliki daya tarik tersendiri bagi popularitas sekolah.
c. Di bidang Sosial
Partisipasi sekolah dengan masyarakat sekitarnya, seperti kerja bakti, perayaan-perayaan hari besar nasional atau keagamaan, sanitasi dan sebagainya akan menambah kesan masyarakat sekitar akan kepedulian sekolah terhadap lingkungan sekitar sebagai anggota masyarakat yang senantiasa sadar lingkungan demi baktinya terhadap pembangunan masyarakat.
d. Kegiatan Karya Wisata
Kegiatan karya wisata juga bisa dijadikan sarana hubungan sekolah dengan masyarakat, seperti membawa spanduk serta atribut sekolah sampai keluar daerah menyababkan nama sekolah dapat dikenal lebih luas sampai luar kota. Bahkan tertib sopan santun para siswanya di perjalanan akan mendapat kesan tersendiri dari masyarakat yang disinggahi dan dilaluinya.
e. Kegiatan Olah Raga dan Kesenian
Juga dapat merupakan sarana hubungan sekolah dengan masyarakat, misalnya dalam porseni dan lomba antar sekolah akan membawa keunggulan sekolah dan membawa nama harum sekolah tersebut.
f. Menyediakan fasilitas sekolah untuk kepentingan masyarakat sekitar sepanjang tidak mengganggu kelancaran PBM, demikian sebaliknya fasilitas yang ada di masyarakat sekitarnya dapat digunakan untuk kepentingan sekolah.
g. Mengikutsertakan tokoh-tokoh masyarakat dalam kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler sekolah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dan masih banyak lagi kegitan operasional hubungan sekolah dengan masyarakat yang dikreasikan sesuai situasi, kondisi serta kemampuan pihak-pihak terkait.

11. Sifat Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Bahwa pada dasarnya hubungan sekolah dengan masyarakat haruslah bersifat pedagogis, sosiologis dan produktif yang dapat mendatangkan manfaat untuk kemajuan sekolah. Dan secara rinci dapat dijelaskan di bawah ini:
a. Hubungan timbal balik yang menghasilkan manfaat bagi kedua belah pihak.
b. Hubungan yang bersifat suka rela berdasarkan prinsip bahwa sekolah merupakan bagian yang tak terpisahkan (integral) dari masyarakat.
c. Hubungan yang bersifat kontinyu atau berkesinambungan antara sekolah dengan masyarakat.
d. Hubungan keluar sekolah guna menambah simpati masyarakat terhadap sekolah.
e. Hubungan ke dalam sekolah menambah keyakinan mempertebal pengertian para civitas akademika tentang segala pemilikan material dan immaterial sekolah.

12. Prosedur Pelaksanaan Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat
Prosedur pelaksanan hubungan sekolah dengan masyarakat dilaksanakan melalui tahap berikut ini:
a. Menganalisis masyarakat
Kegiatan pertama dalam pelaksanaan manajemen peran serta masyarakat adalah menganalisis masyarakat yaitu yang berkaitan dengan sasaran masyarakat, kondisi, karakter, kebutuhan dan keinginan masyarakat akan pendidikan, problem yang dihadapi masyarakat serta aspek-aspek kehidupan masyarakat lainnya seperti kebiasaan, sikap, religius (fanatisme beragama) dan sebagainya. Hal ini sangat penting, karena pemahaman yang salah tentang kondisi masyarakat, akan menyebabkan program-program yang disusun dan dikembangkan oleh sekolah dalam rangka pemberdayaan masyarakat untuk pendidikan akan kurang tepat. Untuk melakukan analisis ini ada beberapa cara yang dapat digunakan yaitu:
1) Warga Sekolah memiliki kepekaan yang tinggi tentang masyarakat lingkungannya atau orang tua murid yang menjadi warga sekolahnya. Pada saat ini banyak isu yang berkembang di masyarakat/orang tua murid tentang pendidikan, baik yang sengaja dikembangkan oleh orang tertentu maupun yang berkembang akibat kebijkana pendidikan oleh pejabat pendidikan termasuk kebijakan yang diambil oleh sekolah seperti tentang BOS, uang sumbangan penerimaan siswa baru dan lain-lain.
2) mengadakan pengamatan melalui survey tentang kebiasaan, adat istiadat yang mendukung atau bahkan menghambat kemajuan pendidikan yang ada di tengah-tengah masyarakat.
3) Dengan cara ini akan memberikan kemungkinan yang besar bagi warga sekolah mengakses berbagai informasi, isu, dan kebutuhan masyarakat akan pendidikan anaknya di sekolah.
4) Mengadakan wawancara dan dialog langsung dengan masyarakat khususnya melalui tokoh kunci (key informant), untuk mengetahui apa kebutuhan dan aspirasi mereka. Untuk
5) Dapat melaksanakan ini, setiap warga sekolah perlu memiliki kemampuan wawancara yang handal.
b. Mengadakan Komunikasi
Tahap kedua dalam mengadakan hubungan sekolah dengan masyarakat adalah mengadakan komunikasi dengan masyarakat sasaran. Dalam melakukan komunikasi menurut John L. Beckley, agar berhasil ada beberapa hal yang diperhatikan yaitu:
1) Practice Self Control, dalam hal ini berarti sebelum memberikan informasi kepada orang lain, pastikan bahwa informasi, petunjuk atau saran yang diberikan telah dilakukan oleh si pemberi informasi. Karena itu kalau sekolah meminta masyarakat memperhatikan sekolah, tanyakan dulu pada sekolah apakah sekolah sudah memperhatikan kebutuhan masyarakatnya.
2) Appraside and where deserve, artinya dalam berkomunikasi perlu memberikan penghargaan kepada lawan komunikasi, meskipun penghargaan tidak selalu dalam bentuk materi, misalnya jangan memalingkan muka pada saat lawan komunikasi berbicara, katakan baik, anggukan dan lain-lain.
3) Critizise Tacfully, artinya ingin memberikan kritik dalam berkomunikasi, berikan secara bijaksana sehingga tidak mengganggu perasaan orang lain.
4) Always listen, berupaya untuk belajar mendengarkan orang lain, termasuk dalam hal ini sensitif pada perasaan orang lain dengan melihat gejala yang muncul. Misalnya jangan paksakan meneruskan pembicaraan apabila terlihat lawan berkomunikasi sudah sangat bosan. Jangan mendominasi pembicaraan dengan orang lain (masyarakat lawan dialog), coba dengarkan apa yang mereka katakan (termasuk perkataan mereka melalui gerak tubuh), pahami dan hayati maknanya. Apabila terjadi perbedaan persepsi dengan mereka coba cari persamaannya, jangan perbesar perbedaannya.
5) Stress Reward, berikan penghargaan/ganjaran kepada lawan bicara kalau memang patut diberikan penghargaan. Penghargaan yang dimaksudkan dalam hal ini bukan hanya semata-mata dalam bentuk materi, tetapi juga dalam bentuk non-materi.
6) Considire the persons interest, artinya perhatikan minat setiap individu lawan bicara. Oleh sebab itu mulailah pembicaraan dari sesuatu masalah yang menjadi minat, hobi atau pusat perhatian orang. Keberhasilan komunikasi merupakan kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat (communication is a key to successful team effort). Artinya kalau ingin berhasil dalam memberdayakan masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, maka kunci pertama yang harus dikuasai adalah kemampuan berkomunikasi.

c. Melibatkan Masyarakat
Melibatkan masyarakat bukan hanya sekedar menyampaikan pesan tapi lebih dari itu menuntut partisipasi aktif masyarakat dalam berbagai kegiatan dan program sekolah. Bagaimana teknik agar masyarakat dapat terlibat secara aktif dapat anda pelajari pada bagian pembahasan tentang teknik hubungan sekolah dengan masyarakat di selanjutnya.

C. PENTINGNYA KEIKUT SERTAAN MASYARAKAT DALAM MEMBANTU PENDIDIKAN DI SEKOLAH
1. Masyarakat dan Pendidikan
a. Mengapa Pendidikan Memerlukan Masyarakat
Keberhasilan pendidikan tidak hanya ditentukan oleh proses pendidikan di sekolah dan tersedianya sarana dan prasarana saja, tetapi juga ditentukan oleh lingkungan keluarga dan atau masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah (sekolah), keluarga dan masyarakat. Ini berarti mengisyaratkan bahwa orang tua murid dan masyarakat mempumyai tanggung jawab untuk berpartisipasi, turut memikirkan dan memberikan bantuan dalam penyelenggaraan pendidikan disekolah.
Partisipasi yang tinggi dari orang tua murid dalam pendidikan di sekolah merupakan salah satu ciri dari pengelolaan sekolah yang baik, artinya sejauhmana masyarakat dapat diberdayakan dalam proses pendidikan di sekolah adalah indikator terhadap manajemen sekolah yang bersangkutan. Pemberdayaan masyarakat dalam pendidikan ini merupakan sesuatu yang esensial bagi penyelenggaraan sekolah yang baik (Kumars, 1989). Tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pendidikan di sekolah ini nampaknya memberikan pengaruh yang besara bagi kemajuan sekolah, kualitas pelayanan pembelajaran di sekolah yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kemajuan dan prestasi belajar anak-anak di sekolah. Hal ini secara tegas dinyatakan oleh Husen (1988) dalam penelitiannya bahwa siswa dapat belajar banyak karena dirangsang oleh pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru dan akan berhasil dengan baik berkat usaha orang tua mereka dalam memberikan dukungan.
Penelitian lain yang memperkuat apa yang dikemukakan di atas dinyatakan oleh (Levine & Hagigust, 1988) yang menyatakan bahwa Lingkungan keluarga, cara perlakuan orang tua murid terhadap anaknya sebagai salah satu cara/bentuk partisipasi mereka dalam pendidikan dapat meningkatkan intelektual anak. Partisipasi orang tua ini sangat tergantung pada ciri dan kreatifitas sekolah dalam menggunakan pendekatan kepada mereka. Artinya masyarakat akan berpartisipasi secara optimal terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah sangat tergantung pada apa dan bagaimana sekolah melakukan pendekatan dalam rangka memberdayakan mereka sebagai mitra penyelenggaraan sekolah yang berkualitas. Hal ini ditegaskan oleh Brownell bahwa pengetahuan masyarakat tentang program merupakan awal dari munculnya perhatian dan dukungan. Oleh sebab itu orang tua/masyarakat yang tidak mendapatkan penjelasan dan informasi dari sekolah tentang apa dan bagaimana mereka dapat membantu sekolah (lebih-lebih di daerah pedesaan) akan cenderung tidak tahu apa yang harus mereka lakukan, bagaimana mereka harus melakukan sesuatu untuk membantu sekolah.
Hal tersebut sebagai akibat dari ketidak-mengertian mereka. Di negara-negara maju, sekolah memang dikreasikan oleh masyarakat, sehingga mutu sekolah menjadi pusat perhatian mereka dan selalu mereka upayakan untuk dipertahankan. Hal ini dapat terjadi karena mereka sudah meyakini bahwa sekolah merupakan cara terbaik dan meyakinkan untuk membina perkembangan dan pertumbuhan anak-anak mereka. Mengingat keyakinan yang tinggi akan kemampuan sekolah dalam pembentukan anak-anak mereka dalam membangun masa depan yang baik tersebut membuat mereka berpartisipasi secara aktif dan optimal mulai dalam perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan sekolah, karena kesadaran yang tinggi dari masyarakat yang bersangkutan.
Pentingnya keterlibatan orang tua/masyarakat akan keberhasilan pendidikan ini telah dibuktikan kebenarannya oleh Richard Wolf dalam penelitiannya yang menyimpulkan bahwa terdapat korelasi yang sangat signifikan (0.80) antara lingkungan keluarga dengan prestasi belajar. Penelitian lain di Indonesia juga telah membuktikan hal yang sama.
Partisipasi yang tinggi tersebut nampaknya belum terjadi di Negara berkembang (termasuk Indonesia). Hoyneman dan Loxley menyatakan bahwa di negara berkembang sebagian besar keluarga belum dapat diharapkan untuk lebih banyak membantu dan mengarahkan belajar murid, sehingga murid di negara berkembang sedikit waktu yang digunakan dalam belajar. Hal ini disebabkan banyak masyarakat/orang tua murid belum paham makna mendasar dari peran mereka terhadap pendidikan anak. Bahkan Made Pidarta menyatakan di daerah pedesaan yang tingkat status sosial ekonomi yang rendah, mereka hampir tidak menghiraukan lembaga pendidikan dan mereka menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab pendidikan anaknya kepada sekolah.

b. Perlunya Pengelolaan Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat
Lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu yang ada dan terjadi di sekeliling proses pendidikan itu berlangsung, (Manusia dan lingkungan fisik). Semua keadaan lingkungan tersebut berperan dan memberikan kontribusi terhadap proses peningkatan kualitas pendidikan dan atau kualitas lulusan pendidikan. Perhatian Top Manajemen (Kepala Sekolah) seharusnya berupaya untuk mengintegrasikan sumber-sumber pendidikan dan memanfaatkannya seoptimal mungkin, sehingga semua sumber tersebut memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas. Salah satu sumber yang perlu dikelola adalah lingkungan masyarakat atau orang tua murid, termasuk stakeholders. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah: Mengapa Manajemen Pendidikan perlu Menangani Masyarakat (perlu Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat), secara optimal baik orang tua murid, stakeholders, tokoh masyarakat maupun institusi yang ada di lingkungan sekolah.
Organisasi sekolah adalah organisasi yang menganut sistem tebuka, sebagai sistem terbuka berarti lembaga pendidikan mau tidak mau, disadari atau tidak disadari akan selalu terjadi kontak hubungan dengan lingkungannya yang disebut sebagai supra sistem. Kontak hubungan ini dibutuhkan untuk menjaga agar sistem atau lembaga itu tidak mudah punah. Suatu organisasi yang mengisolasi diri, termasuk sekolah sebagai organisasi apabila tidak melakukan kontak dengan lingkungannya maka dia lambat laun akan mati secara alamiah (tidak dapat eksis), karena organisasi hanya akan tumbuh dan berkembang apabila didukung dan dibutuhkan oleh lingkungannya. Hanya sistem terbuka yang memiliki megantropy, yaitu suatu usaha yang terus menerus untuk menghalangi kemungkinan terjadinya entropy atau kepunahan. Ini berarti hidup matinya lembaga pendidikan akan sangat tergantung dan ditentukan oleh usaha sekolah itu sendiri, dalam arti sejauhmana dia mampu menjaga dan memelihara komunikasinya dengan masyarakat luas atau dia mau menjadi organisasi terbuka.
Dalam kenyataan sering kita temui sekolah yang tidak punya nama baik di masyarakat akhirnya akan mati. Hal ini disebabkan karena sekolah itu tidak mampu membuat hubungan yang baik dan harmonis dengan masyarakat pendukungnya. Dengan berbagai alasan masyarakat tidak mau menyekolahkan anaknya di suatu sekolah, yang akhirnya membuat sekolah itu mati dengan sendirinya. Demikian pula sebaliknya sekolah yang bermutu akan dicari bahkan masyarakat akan membayar dengan biaya mahal asalkan anaknya diterima di sekolah tersebut. Adanya sekolah favorit dan tidak favorit ini nampaknya sangat terkait dengan emampuan kepala sekolah mengadakan pendekatan dan hubungan dengan para pendukungnya di masyarakat, seperti tokoh masyarakat, tokoh pengusaha, tokoh agama dan tokoh politik atau tokoh kepemerintahan (stakeholders).
Karena itu sejak lama Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan itu berlangsung pada tiga lingkungan yaitu lingkungan Keluarga, Sekolah dan Masyarakat. Artinya pendidikan tidak akan berhasil kalau ketiga komponen itu tidak saling bekerjasama secara harmonis.
Kaufman menyebutkan patner/mitra pendidikan tidak hanya terdiri dari guru dan siswa saja, tetapi juga para orang tua/masyarakat. Dari uraian di atas jelaslah bahwa lembaga pendidikan bukanlah lembaga yang berdiri sendiri dalam membina pertumbuhan dan perkembangan putra-putra bangsa, melainkan ia merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat yang luas, dan bersama masyarakat membangun dan meningkatkan segala upaya untuk memajukan sekolah. Hal ini dapat tercipta apabila lembaga pendidikan mau membuka diri dan menjelaskan kepada masyarakat tentang apa dan bagaimana masyarakat dapat berperan dalam upaya membantu sekolah/lembaga pendidikan memajukan dan meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan.
Sekolah pada hakekatnya melaksanakan dan mempunyai fungsi ganda terhadap masyarakat, yaitu memberi layanan dan sebagai agen pembaharuan bagi masyarakat sekitarnya, yang oleh Stoop disebutnya sebagai fungsi layanan dan fungsi pemimpin (fungsi untuk memajukan masyarakat melalui pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas). Setiap aktivitas pendidikan, apalagi yang bersifat inovatif, seharusnya dikomunikasikan dengan masyarakat khususnya orang tua siswa, agar mereka mengerti mengapa aktivitas tersebut harus dilakukan oleh sekolah dan pada sisi mana mereka dapat berperan membantu sekolah dalam merealisasikan program inovatif tersebut.
Dengan hubungan yang harmonis tersebut ada beberapa manfaat pelaksanaan hubungan sekolah dengan masyarakat (School Public Relation) yaitu:
Bagi Sekolah/lembaga pendidikan :
1) Memperbesar dorongan mawas diri, sebab seperti diketahui konsep pendidikan sekarang adalah oleh masyarakat, untuk masyarakat dan dari masyarakat serta mulai berkembangnya impelementasi manajemen berbasis sekolah, maka pengawasan sekolah khususnya kualitas sekolah akan dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh masyarakat antara lain melalui dewan pendidikan dan komite sekolah.
2) Memudahkan/meringankan beban sekolah dalam memperbaiki serta meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan di tingkat sekolah. Hal ini akan tercapai apabila sekolah benar-benar mampu menjadikan masyarakat sebagai mitra dalam pengembangan dan peningkatan sekolah. Masyarakat akan mendukung sepenuhnya serta membantunya apabila sekolah mampu menunjukkan kinerja yang berkualitas.
3) Memungkinkan upaya peningkatan profesi mengajar guru. Sebab pada dasarnya laboratorium terbaik bagi lembaga pendidikan adalah masyarakatnya sendiri.
4) Opini masyarakat tentang sekolah akan lebih positif/benar. Opini yang positif akan sangat membantu sekolah dalam mewujudkan segala program dan rencana pengembangan sekolah secara optimal, sebab opini yang baik merupakan modal utama bagi sekolah untuk mendapatkan bantuan dari berbagai pihak.
5) Masyarakat akan ikut serta memberikan kontrol/koreksi terhadap sekolah, sehingga sekolah akan lebih hati-hati.
6) Dukungan moral masyarakat akan tumbuh terhadap sekolah sehingga memudahkan mendapatkan bantuan material.
Bagi Masyarakat, dengan adanya hubungan yang harmonis antar sekolah dengan masyarakat maka :
7) Masyarakat/orang tua murid akan mengerti tentang berbagai hal yang menyangkut penyelenggaraan pendidikan di sekolah
8) Keinginan dan harapan masyarakat terhadap sekolah akan lebih mudah disampaikan dan direalisasikan oleh pihak sekolah.
9) Masyarakat akan memiliki kesempatan memberikan saran, usul maupun kritik untuk membantu sekolah menciptakan sekolah yang berkualitas.



BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa dengan berlandaskan pada konstitusi pendidikan nasional sampai pada konsep mendasar dari administrasi, administrasi pendidikan dan konsep administrasi hubungan masyarakat disekolah diperlukan suatu kemampuan manajerial dari kepala sekolah sebagai top menejer untuk dapat memanajemenkan suatu instansi pendidikan. Dalam implementasi pendidikan disekolah, maka kepala sekolah sebagai penggerak dari berbagai personil disekolah harus mampu menggerakan tiap unit atau bagian/urusan yang ada disekolah untuk dapat bekerja sesuai dengan porsi masing-masing. Terlebih khusus pada bagian hubungan masyarakat. Peranan hubungan masyarakat sangat penting adanya dalam mendukung keberlangsungan suatu sekolah.
Sekolah sebagai industri manusia dan masyarakat sebagai konsumen dari suatu prodak sumberdaya manusia menjadi pegangan mendasar dari keberlangsungan pendidikan di sekolah dalam mengawal akan tujuan pendidikan. Secara umum masyrakat sebagai mengguna dan juga sekaligus sebagai pendukung pendidikan.
B. Saran
Ketika kita melihat akan substansi manajemen hubungan masyarakat diekolah maka yang mejadi saran adalah :
1. Diperlukan pelatihan dan pembianaan secara khusus tentang bagaimana memanjemenkan konteks hubungan masyarakat disekolah baik pada tingkat dasar, menegah, atas. Dan juga mencakup pendidikan formal dan non formal.
2. Masih ditemukan kultur sekolah yang kurang menyentuh karakteritis lingkungan masyarakat sehingga kurang adanya kesinerginya hubungan antara sekolah dan masyarakat setempat.
3. Perlu ditingkatkannya relasi antara pengelolah pendidikan, orang tua musrid/siswa dan masyarakat sehingga dapat menyamakan presepsi serta strategi dalam mencapai tujuan pendidikan secara efisien dan efektif.
DAFTAR PUSTAKA

Ace Suryadi, 1991. Indikator Mutu dan Efisiensi Pendidikan SD Di Indonesia Laporan Analisis Tahap Awal. Jakarta : Balitbangdikbud, Pusat Informatika.
Ahmad Suriansyah., Amka. 2002. Panduan Manajemen Berbasis Sekolah Di Kalimantan Selatan. Banjarmasin: Dinas Pendidikan Propinsi Kalimantan Selatan.
Bambang Siswanto. 1992. Humas, Teori dan Praktek. Jakarta: Bina Aksara
Brownwll,. C.L., Gans, L., Maroon T.Z. (1955). Public Relation In Education. New York: Mc Grow Hill Book Company, Inc.
Gorton, R.A, 1977. Scool Administration. Wm. Mc Grow Company Publisher, Dubugue, Iowa.
Gunawan, Ary. 1996. Administrasi Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Husen, T. 1975. Learning Society. Trans. Miarso. Jakarta: Rajawali Pers.
Kumars, D. 1989. Sistem Pendidikan Dasar dan Menengah dan Pendidikan
Mulyasa, Endang. 2007. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Pidarta, M. 1988. Manajemen Pendidikan Indonesia. Edisi Pertama, Jakarta : Bina Aksara.
Pidarta, M . Landasan Kependidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta
PP RI No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Pramudya Sunu, 1999. Peran SDM dalam Penerapan ISO 9000. Jakarta: Grasindo
Roem, T. dkk. 2000. Merubah Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Rosady Ruslan, 2002. Manajemen Humas dan Komunikasi: Konsepsi dan Aplikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Soleh Soemirat, Elvinaro Ardianto. 2002. Dasar-dasar Public Relations. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Sudarwan Danim, (2002). Inovasi Pendidikan dalam upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Suryosubroto. 2004. Manajemen Pendidikan Di Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Tinggi suatu Perbandingan di Beberapa Negara. Jakarta : Depdikbud, Dikti, P2LPTK.
Torsten Husen. 1988. Masyarakat Belajar. Jakarta. CV. Rajawali Pers.
Triguno, 1977. Budaya Kerja. Jakarta: PT. Golden Terayon Press.
UU. RI No 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS.
http://meetabied.wordpress.com/2010/06/03/pengertian-dasar-dasar-tujuan-dan-administrasi-pendidikan/
http://sithe81.wordpress.com/2010/06/03/pentingnya-administrasi-pendidikan/